Selasa, 20 November 2012

Sepotong Kata : KASIH SAYANG RASULULLAH KEPADA KAUM FAKIR

KASIH SAYANG RASULULLAH KEPADA KAUM FAKIR


“Tiadalah Muhammad dituju oleh seorang fakir atau yang memerlukan, kecuali ia mendapatkan apa yang diinginkannya pada Muhammad.”

Rasulullah lebih khawatir kepada kekayaan yang menimpa umatnya daripada kemiskinan, sampai-sampai beliau bersabda :

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan akan menimpamu, namun yang aku takuti ketika dunia dihamparkan kepadamu.” (HR. Bukhari Muslim).


Meskipun demikian, beliau mengetahui bahwa kefakiran dapat menyebabkan kekufuran. Oleh karena itu, beliau berlindung dari kefakiran dalam doanya:

“Ya Allah saya berlindnng kepadamu dari kekafiran dan kemiskinan.” (HR. Abu Dawud).

Dalam doanya beliau juga memohon:

“Lunasilah hutang kami dan cukupkanlah kami dari kefakiran.” (HR. Muslim).

Karena kepekaan beliau pada kefakiran dan dampaknya pada kelemahan, jantung hati beliau bergerak kepada orang-orang yang fakir. Padahal beliau sendiri hidup sebagai bagian dari mereka. Aisyah berkata :

“Keluarga Muhammad tidak pernah kenyang dengan makanan lebih dari tiga hari, hingga beliau saw berpulang ke rahmatullah.” (HR. Bukhari).

Kasih sayang beliau mencakup seluruh orang fakir, sampai beliau-dengan kondisi yang fakir juga- memberikan segala sesuatu yang bisa diberikan dan menyuruh shahabat serta umatnya untuk menyayangi kaum fakir.

“Wahai anak Adam, engkau menebar keutamaan itu lebih baik bagimu dan menahannya adalah buruk bagimu. Engkau tidak dicela karena menjaga diri. Mulailah dengan yang berada di bawah tanggunganmu. Dan, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” (HR. Muslim).

Masyarakat Madinah pada umumnya adalah orang fakir. Menyebutkan seluruh kisah kasih sayang beliau kepada orang-orang fakir adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Penjelasan ini hanya mencoba melakukan pendekatan. Sekedar memberikan contoh.

Lihatlah sabda Rasulullah saw ketika mengajari Abu Dzar-padahal Abu Dzar sendiri fakir:

“Wahai Abu Dzar, apabila engkau memasak masakan berkuah, perbanyaklah airnya dan berbagilah dengan tetanggamu.” (HR. Muslim).

Beliau juga menyuruh kaum wanita untuk bersedekah kepada tetangga mereka walaupun sedikit. Beliau bersabda :

“Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangganya walau hanya memberinya sepotong kikil kambing.” (HR. Bukhari).

Beliau ingin perasaan kasih sayang ini menyebar di Madinah dan di kalangan umatnya. Beliau ingin setiap orang memperhatikan orang yang ada di sekitarnya dan berusaha meringankan penderitaan semampunya.

Saat perang Ahzab, Jabir bin Abdullah mengundang Rasulullah untuk menyantap sedikit jamuan makan di rumahnya. Ketika itu Rasulullah enggan pergi sendiri-padahal beliau sangat lapar. Beliau meminta seluruh kaum Muhajirin dan Anshar untuk menemani beliau. Sebuah mukjizat, makanan yang sedikit ternyata bisa mencukupi seluruhnya. Beliau tidak ingin kenyang sendiri sedangkan rakyatnya lapar.

Jabir bin Abdullah bercerita, “Sekelompok orang Badui yang memakai wol mendatangi Rasulullah. Rasulullah melihat kondisi mereka yang buruk dan sangat kekurangan. Beliau lalu mendorong orang-orang untuk bersedekah. Namun, mereka berlambat-lambat sampai kelihatan sedikit kekesalan di wajah beliau. Kemudian datanglah seorang Anshar dan yang lainnya secara berturut-turut untuk memberikan sedekah. Hingga tampaklah kegembiraan dari wajah beliau. Rasulullah bersabda:

“Siapa yang memulai perbuatan yang baik dalam Islam maka baginya pahalanya dan pahala bagi orang yang melakukan setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan buruk dalam Islam maka baginya dosanya dan dosa orang yang melakukan setelahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).

Rasulullah sendiri berusaha untuk memberi apa yang beliau punyai. Bila beliau tidak punya sesuatu, beliau tetap berusaha untuk memberi solusi atas permasalahan yang menimpa walaupun harus meminta kepada para shahabatnya. Yang jelas beliau tidak pernah meninggalkan seorang fakir tanpa pertolongan.

Abu Hurairah bercerita, “Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan berkata, “Saya dalam kesulitan.” Rasulullah menyuruhnya untuk menemui istri-istri beliau. Sang istri berkata, “Demi yang mengutusmu dengan kebenaran wahai Rasulullah, saya tidak punya apa-apa selain air.” Beliau menyuruh untuk menemui istri beliau yang lain dan jawabannya tetap sama. Seluruh istri beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Beliau bersabda,”Siapa yang mau menjamu tamu ini malam ini akan dirahmati oleh Allah.”Maka berdirilah seorang shahabat dari Anshar. Ia berkata, “Saya wahai Rasulullah.” Laki-laki itu pun pergi bersama seorang shahabat dari Anshar tadi. Shahabat ini bertanya kepada istrinya, “Apakah kita punya sesuatu?” Istrinya menjawab,”Tidak ada selain makanan anak-anak.”  “Bujuklah mereka dengan sesuatu. Apabila tamu kita sudah masuk, matikanlah lampu dan bersikaplah seakan-akan kita makan. Apabila dia ingin makan segeralah berdiri untuk mematikan lampu,” perintah sang shahabat kepada istrinya. Mereka pun duduk menemani tamunya makan. Pada pagi harinya, shahabat ini menjumpai Rasulullah dan belaiu bersabda:

“Sungguh Allah takjub dengan apa yang kalian berdua lakukan dengan tamu kalian semalam.” (HR. Muslim).

Kasih sayang ini telah menyebar di kota Madinah hingga kejadian ini semacam mimpi dan kisahnya seperti khayalan.

Meskipun beliau berada dalam kesusahan dan sangat membutuhkan namun belaiu selamanya tidak pernah berhenti melakukannya.

Rasulullah selalu berpandangan bahwa apa yang beliau berikan lebih baik dari yang beliau miliki. Oleh karena itu, beliau selalu memberi. Alangkah indahnya jawaban Rasulullah kepada Ummul Mukminin Aisyah ketika mereka menyembelih kambing dan membagikan sebgaian besar dagingnya. Ummul Mukminin berkata kepada beliau,”Tidak ada lagi yang tersisa kecuali lengannya.” Beliau menjawab dengan pemahaman yang mendalam,”Justru semuanya masih ada (sudah ada pahalanya) kecuali lengannya.”

Anas bin Malik menuturkan bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar datang meminta-minta kepada Nabi. Beliau bersabda,”Apakah di rumahmu ada sesuatu?” “Ada wahai Rasulullah,” jawabnya, “Saya punya alas pelana yang saya gunakan dan satu lagi yang saya hamparkan.” “Coba bawa ke sini”, sabda Rasulullah. Laki-laki itu kemudan membawa dua barang tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah mengambilnya dan bersabda, “Siapa yang mau membeli ini?” Seorang laki-laki berkata, “Saya mau mengambilnya dengan harga satu dirham.” Beliau bersabda lagi, “Adakah yang mau mengambilnya lebih dari satu dirham. Dengan dua atau tiga dirham begitu.” Maka berkatalah seorang laki-laki yang lain, “Saya mengambilnya dengan dua dirham.” Beliau memberikan barang tersebut kepadanya lalu mengambil uang dua dirham tadi dan menyerahkan kepada orang Anshar ini. Belaiu bersabda,”Belilah makanan dengan satu dirham dan berikan kepada keluargamu. Sementara satu dirham sisanya belikan kapak dan bawa ke sini.” Sejurus kemudian orang Anshar ini datang kepada Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah membuatkan gagang kapak tersebut dan bersabda,”Pergilah. Carilah kayu bakar dan jual. Aku tidak ingin melihatmu lima belas hari kemudian.”

Kasih sayang Rasulullah kepada orang fakir adalah kasih sayang bermanfaat dan mendorong kepada kebaikan. Tujuannya adalah untuk membahagiakan mereka dengan kebahagiaan yang sebenarnya, tanpa ada kepalsuan. Kasih sayang yang tidak sekedar mencukupi mereka semata, tetapi juga mengajar mereka, mengangkat kepercayaan diri dan membawa mereka sukses dunia akhirat. Satu kesatuan yang menakjubkan. Hal ini tidak akan kita dapati di dunia ini melainkan pada seorang nabi.

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Al Anbiya’ 107).

(Inilah Rasul Sang Penyayang, dr. Raghib As-Sirjani, Aqwam, Solo, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar