Kamis, 22 November 2012

Sehat Utama : SELAMAT TINGGAL PASAR BEBAS PELAYANAN KESEHATAN


SELAMAT TINGGALPASAR BEBAS PELAYANAN KESEHATAN

Sebuah buku yang bertajuk ‘Orang Miskin Dilarang Sakit”, menjadi rujukan bagi siapapun yang suka atau tidak dengan system pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebuah buku yang menggambarkan realitas bahwa jika seorang miskin sakit maka dia tidak akan memperoleh pelayanan kesehatan yang baik karena pembiayaan kesehatan di Indonesia sampai saat ini berlangsung tunai. Ada uang ada pelayanan.

Sebagai negara yang jumlah penduduknya tidak sedikit, hanya sekitar 200 juta, dan tersebar secara tidak merata di seantero negeri, hanya mengumpul di Jawa dan Sumatera. Tentu saja akan mengalami kendala mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik.


System pelayanan kesehatan nasional bertumpu pada profesi dokter, pembiayaan kesehatan, penyedia fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan peralatan medis baik obat maupun alat-alat kesehatan, dan regulasi yang menaunginya.

Seorang dokter yang lulus menjelang berlakunya wajib kerja dokter atau dikenal sebagai dokter PTT (pegawai tidak tetap) akan mengalami berbagai peraturan kementrian kesehatan yang selalu berubah. Wajib kerja dokter mengharuskan seorang yang lulus sebagai dokter segera mendaftarkan diri ke departemen kesehatan (namanya saat itu). Tidak boleh melanjutkan sekolah, tidak boleh bekerja di sektor swasta, dan jika mangkir dari kewajiban ini akan ada sanksi yang dia peroleh. Inilah suasana dokter di jaman orde baru (yang sekarang sudah menjadi orde yang lama).

Wajib kerja selama tiga tahun di pelayanan kesehatan pemerintah baik di puskesmas maupun di rumah sakit. Dengan kriteria wilayah penempatan sangat terpencil, terpencil, dan biasa. Dengan gaji yang flat, tidak akan naik. Dan tidak ada pesangon jika telah selesai menjalankan kewajibannya. Kalau dalam istilah ketenagakerjaan sekarang ini mirip dengan outsourcing.

Setelah selesai menjalani kewajibannya. Para dokter diberi pilihan akses untuk menjadi pegawai negeri sipil, melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis, dan bekerja di sektor swasta baik di badan swasta maupun mandiri.

Dalam hal, pengaturan profesinya, profesi dokter masih lemah. Saat itu hanya ada keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), belum ada Konsil Kedokteran Indonesia. Peraturan kerja di rumah sakit swasta tidak ada perjanjian kerja yang menjamin hak dan kewajiban. Sehingga seorang dokter bisa menjadi tertuduh tanpa ada keterlibatan rumah sakit.

Karena proses pembiayaan yang terjadi adalah cash atau tunai, maka pelayanan kesehatan menjadi sebuah komoditas perdagangan. Terjadi persaingan bebas. Persaingan diawali dari prosedur perijinan praktik swasta. Dokter yang mau praktik harus mendapat ijin para dokter yang sudah praktik di dekat tempat dia akan praktik. Jika tidak maka akan sulit memperoleh ijin praktik. Apalagi dokter spesialis. Mau masuk pendidikan spesialis saja sudah diberi aturan tidak boleh praktik di kota-kota sekitar kampusnya. Setelah ijin keluar, maka pasar bebas berikutnya adalah perdagangan obat. Banyak dokter akhirnya menyimpan obat (dispensing), meskipun apotik terdekat hanya berjarak 200 meter. Banyak sales obat menawarkan obatnya dengan perhitungan dagang. Ada pemotongan harga, dan ada bonus. Disini dimulailah pasar bebas tarif atau jasa medis. Ikatan Dokter Indonesia belum pernah memainkan peran untuk menstandarkan tarif atau jasa medis untuk dokter umum dan spesialis. Akhirnya para dokter mengambil pilihan untuk memberi langsung pasien dengan obat di kamar praktik. Dengan itulah dia bisa membuat standar jasa medisnya dengan seolah-olah obatnya harganya mahal, sehingga uang yang dikeluarkan pasien bukan untuk jasa medis saja namun ada komponen keuntungan obat. Yang terjadi adalah perdagangan obat di kamar praktik dokter, bukan di apotik. Selain perang tarif, berikutnya adalah mencari pelanggan. Pasien dianggap sebagai pelanggan atau konsumen. Dengan berbagai cara, baik yang boleh maupun yang tidak. Para pembaca bisa melihat sendiri praktik ini di lapangan.

Karena system pelayanan kesehatan tidak mengatur penjejangan pelayanan, maka banyak pasien yang sakit akan segera langsung periksa ke dokter spesialis. Dengan alasan, supaya segera sembuh, mendapat pelayanan yang terbaik, dan merasa karena membayar sendiri dengan uangnya. Padahal disinilah letaknya pemborosan pembiayaan kesehatan. Jadi tidak aneh jika seorang spesialis penyakit dalam konsultan reumatologi akan mengobati seorang penderita demam typhoid tanpa komplikasi, hanya karena pilihan pasien tersebut. Disinilah akhirnya benang ruwet pelayanan kesehatan muncul. Karena pasar bebas, pasien bebas memilih. Karena pasar bebas maka dokter spesialis boleh memeriksa sakit apapun. Tidak ada pihak otoritas yang mengkontrolnya. Terkait dengan peresepan obat. Maka yang terjadi adalah peresepan obat yang tidak rasional menurut apoteker. Seorang dokter spesialis akan dengan ringannya menuliskan puluhan jenis obat untuk diminum pasien. Dan pasien menanggung harga yang harus dibayar, tunai. Tidak ada control. Hanya nurani yang mengkontrol.

Pelayanan rumah sakit pemerintah masih diragukan oleh masyarakat, karena kualitas pelayanannya. Dimulai dari disiplin jam kerja. Silahkan anda buktikan jam berapa dokter spesialis dan umum masuk kerja dan pulang kantor. Berapa jam mereka masuk kerja, padahal sebagai pegawai negeri sipil mereka harus masuk kerja paling tidak 8 jam sehari. Ini juga bisa anda buktikan di puskesmas. Seharusnya mereka para pegawai puskesmas baik dokter maupun karyawan lain baru pulang kantor jam 15.30, kenyataannya jam 13.00 kantor puskesmas sudah banyak yang tutup.Banyak warga terpaksa ke rumah sakit pemerintah karena tidak punya uang. Padahal dana sudah banyak digelontorkan ke rumah sakit tersebut. Pembiayaan jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) banyak dikorupsi pada awal program ini berlangsung. Atau menjadi defisit setelah sekian tahun berlangsung.

Di sisi lain, karena peredaran obat yang sesuai aturan harusnya hanya bisa diperoleh dengan resep dokter, bukan resep tenaga kesehatan lainnya, namun dalam praktiknya, obat tersebut dengan mudah diperoleh atau disalahgunakan oleh tenaga kesehatan yang bukan dokter. Karena pasar bebas, maka meskipun tidak boleh melakukan praktik kedokteran, banyak tenaga kesehatan bukan dokter melakukan praktik kedokteran tersebut. Motifnya bisa anda tebak dalam pasar bebas ini.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta, maka rakyat Indonesia menjadi sasaran empuk perdagangan obat. Big Pharmacy. Obat generic hanya dikenal terbatas. Belum ada sanksi bagi dokter yang tidak meresepkan obat generic, dengan pencabutan ijin praktik misalnya. Sehingga industri farmasi menjadi dikuasi oleh asing. Dengan harga yang juga ‘asing’.

Setelah era wajib kerja dokter berakhir, menjadi sukarela, maka dokter boleh memiliki pilihan setelah lulus. Apakah akan melanjutkan pendidikan spesialis, bekerja mandiri, dan bekerja di badan swasta. Namun ada kejutan lagi bagi dokter, yaitu adanya uji kompetensi. Bagi dokter yang baru lulus harus menempuh ujian kompetensi ini secara nasional. Dan harus lulus. Karena sertifikat uji kompetensi atau Surat Tanda Registrasi (STR) menjadi syarat untuk memperoleh Surat Ijin Praktik (SIP). Sebelumnya bagi dokter yang telah lulus sebelum tahun 2007, maka ada pemutihan dengan mengirim berkas sehingga dikeluarkan STR. Surat Tanda registrasi ini hanya berlaku lima tahun. Setelah lima tahun para dokter harus mencapai poin yang diwajibkan, baik dalam bentuk peningkatan ilmu dengan seminar, pendidikan berkelanjutan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, dan lain-lainnya. Kalau tidak tercapai maka STR akan ditangguhkan sampai poin yang diwajibkan tercapai. Sesuai dengan undang-undang praktik kedokteran.

Dibidang akademis, universitas yang mengelola pendidikan dokter, juga menerapkan biaya kuliah yang berbeda di fakultas kedokteran. Selalu yang paling mahal. Baik di negeri maupun di swasta. Entah dari mana cara menghitungnya. Meskipun menteri pendidikan sudah berkata keras bahwa tidak boleh ada pungutan untuk sumbangan pendidikan, karena dana sudah cukup di kementrian pendidikan. Belum lagi biaya kuliah pendidikan spesialis, terutama yang ‘basah’. Kayaknya menunggu komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk menelisik lebih lanjut. Supaya tidak ada kasak kusuk mengenai hal ini.

Yang menarik, meski profesi dokter begitu keras diatur dalam undang-undang, namun pembiayaan pelayanan kesehatan masih bersifat pasar bebas. Aneh binti ajaib. Karena akhirnya undang-undang praktik kedokteran ini menjadi macan ompong.

Anehnya, meskipun sistem pelayanan kesehatan bertumpu pada pasar bebas, pemerintah menggelontorkan dana yang besar dari anggaran pendapatan belanja negara ke kementrian kesehatan. Hasilnya bisa dipetik, seorang mantan menteri kesehatan menjadi terpidana kasus korupsi, dan seorang mantan menteri kesehatan lainnya menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tidak perlu diandai-andaikan apa yang terjadi disekitar dirjen, kepala dinas kesehatan tingkat propinsi, kabupaten/kota, dan kepala puskesmas.

Namun, insya Allah akan ada perubahan menjelang tahun 2014. dengan diberlakukannya Jaminan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semuanya, tanpa pandang bulu, miskin maupun kaya, di daerah biasa atau terpencil. Semua bentuk asuransi kesehatan akan dilebur menjadi satu. Dibawah kontrol BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan, intervensi pemerintah atau kemandirian?

Tidak semua elemen masyarakat suka dengan adanya undang-undang yang mengatur jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia ini. Pro dan kontra masih terjadi. Yang memperoleh untung banyak dari sistem pasar bebas pelayanan kesehatan akan berteriak keras menentang peraturan ini. Sebaliknya, yang menderita karena pasar bebas pelayanan kesehatan akan gembira menyambut kedatangannya.

Yang kontra akan mengatakan bahwa negara ini belum sejahtera (welfare state), jadi memaksakan untuk mendanai sebagian premi masyarakat yang miskin akan memberatkan keuangan negara. Juga ada yang menyatakan bahwa dana yang dikumpulkan memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan. Dan juga mencurigai dari sisi politiknya untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Serta memahami ini sebagai intervensi negara.

Yang pro akan mengatakan bahwa ini untuk mensejahterakan rakyat. Sehigga tidak lagi tambah menderita jika sakit.

Untuk memahami sedikit tentang BPJS ini maka kita coba melihat dari perspektif Iikatan Dokter Indonesia.

BPJS merupakan asuransi menyeluruh semesta. Semua warganegara dilindungi asuransi kesehatan. Dengan dasar hukum : UU nomer 40 tahun 2004 tentang SJSN, dan UU nomer 24 tahun 2011 tentang BPJS.

Badan Penyelenggaraan Jamiman Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS 1 mengenai kesehatan dan berlaku mulai 1 Januari 2014, sedangkan BPJS 2 mengenai ketenagakerjaan tentang jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Berlaku mulai 1 Juli 2015.

Pendanaan BPJS Kesehatan berasal dari iuran pemberi kerja, peserta, orang dan pemerintah. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta Program Jaminan Sosial.

Kewenangan BPJS adalah

  • Menagih pembayaran iuran.
  • Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja.
  • Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu kepada standar tarif yang ditentukan oleh pemerintah.
  • Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
  • Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya.
  • Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Melakukan kerjasama dengan pihak lain (organisasi profesi/IDI) dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.


Skema pembayaran adalah dari pemberi kerja, peserta atau pemerintah kepada BPJS, kemudian BPJS membayar kepada pelayanan kesehatan primer, pelayanan sekunder, dan pelayanan tersier.

Sistem pelayanan keluarga terpadu Ikatan Dokter Indonesia membuat model pelayanan dengan 1 dokter umum sebagai pelayanan primer mengayomi 2.500-5000 penduduk, merujuk kepada pelayanan sekunder (pelayanan spesialis), kemudian baru merujuk ke pelayanan subspesialis (pelayanan tersier). Sehingga sistem yang digunakan adalah sistem rujukan dengan penjaga gawangnga (gate keeper) adalah dokter umum.

Indonesia memiliki rasio 1: 3000 atau 80.000 dokter. Masalahnya adalah distribusi karena dokter lebih mendapat tambahan penghasilan di daerah perkotaan. Setiap tahun diluluskan dokter sekitar 5000. Secara nasional dari 236 juta penduduk Indonesia memerlukan 94.400 dokter. Padahal sekarang baru ada 80.552 dokter sehingga kekurangan 13.948 dokter.

Berdasar laporan survei IDI, pendapatan dokter di Indonesia dokter sesialis antara 25 juta sampai dengan 1 Milyar. Kemudian dokter umum rata-rata 2 juta. Sehingga terjadi perbandingan antara spesialis 1-10 kali. Perbandingan spesialis yang sama 1-10 kali. Dan perbandingan antara dokter spesialis dengan dokter umum 5-250 kali.

Sekarang ini tariff kapitasi di Indonesia seperti Askes ; premi 2% dari gaji pokok (sekitar 20 ribu/keluarga), kapitasi jasa rp. 2000-3000, untuk obat rp. 3000. jamsostek; premi 6% dari 1 juta = 60 ribu/keluarga, kapitasi jasa rp. 2000 dan obat rp. 2000. Jamkesmas premi tahun 2012 rp 6000/peserta. Di Thailand premi 74 ribu.

Daftar usulan IDI adalah kapitasi 12- 15 ribu rupiah. Jumlah peserta 3000 penduduk. Penerimaan per bulan 36 juta. Satuan biaya = jasa medis 30 ribu, obat 10 ribu, administrasi 2000, bahan habis pakai 2000, gaji nakes 3000= 47 ribu rupiah.

Sarana pelayanan kesehatan era BPJS adalah 1. Praktik Dokter Umum. 2. Puskesmas. 3 Klinik Pratama (klinik rawat inap dengan 3 dokter umum). 4. RS Pratama 5. Klinik Utama (klinik dokter spesialis). 6. RS, tipe C. dan 7. RS tipe B,A.

Sesuai dengan UU Praktik Kedokteran pasal 35 ayat 1 : 
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :

  • Mewawancarai pasien.
  • Memeriksa fisik dan mental pasien.
  • Menentukan pemeriksaan penunjang.
  • Menegakkan diagnosa.
  • Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien.
  • Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.
  • Menulis resep dan alat kesehatan.
  • Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi.
  • Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan dan
  • Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotik.


Sedangkan orang yang tidak memiliki STR dan tidak memiliki kewenangan melakukan praktik kedokteran namun melakukannya akan terkena ancaman pasal pidana.

Kewenangan Dokter umum di klinik paraktik pribadi; konsultasi, bedah minor, menolong persalinan normal, rawat inap. Di rumah sakit ; di poliklinik, di unit gawat darurat, di ICU, dan di rawat inap.

Kewenangan dokter spesialis di klinik; sesuai standar kompetensi, sesuai sertifikat CPD yang diakreditasi IDI. Di rumah sakit; sesuai standar kompetensi, sesuai sertifikat CPD yang diakreditasi IDI.

Tentu saja pelaksanaan jaminan sosial kesehatan ini tidak mudah. Ada banyak kepentingan yang terkait. Semoga pengelolanya amanah dan pesertanya patuh. Sehingga cita-cita bahwa kesehatan itu merupakan hak dan kewajiban sektor publik dan bukan komoditas perdagangan akan tercapai. (dr. Sunardi)



1 komentar:

  1. sebaiknya para sejawat dokter sedikit intropeksi.tidak selayaknya kita mencemooh diri sendiri dan para pendidik kita yang susah payah mencetak anak didiknya agar jadi pribadi - pribadi yang masih bersikukuh memegang nurani menjalankan agungnya profesi kedokteran. jangan jadi secuil tahi karena ketakutan digempur informasi menyudutkan tentang kesulitan mencari sesuap nasi karena datangnya segerombolan manusia asing yang siap mencuri sawah kita. kita ini yang punya negeri. kita sudah disumpah janji tetap mengemban misi kemanusiaan. perjuangkan nasib dan hak-hak penderita yang ingin memilih tempatnya berobat. perjuangkan nasib para dokter yang ingin mengabdikan dirinya sepenuh hati kepada pasien, tanpa harus dibelit berbagai peraturan penguasa yang notabene hanya memekirkan apakah keluarga besarnya akan terpilih lagi nanti. asuransi bukanlah jalan keluar satu - satunya menghadapi kekuatan asing. sudah demikian tidak berbudayakah kita ? sudah begitu lunturkah kekuatan spiritual keagamaan kita ? sudah begitu loyokah IDI, hingga harus jadi kerbau dicocok hidung dan mengorbankan anggotanya ? mbah - mbah di institusi pendidikan mohon turun gununglah. yunior - yuniormu butuh bantuan. karena yunior - yunior mantan anak didikmu yang memegang emppuknya kursi kekuasaan mulai main selingkuh dengan kekuasaan dan mulai berani mengorbankan daya hidup teman - teman sejawatnya. PLEASE

    BalasHapus