BATUK KRONIS
Batuk merupakan permasalahan tersering orangtua membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, selama kurun waktu 1995 hingga 1996 sebanyak 24 juta kunjungan pasien ke dokter disebabkan oleh keluhan batuk. Sementara untuk asma tercatat 3 juta kunjungan. Sedangkan di Inggris, batuk yang tidak disertai gejala influenza memiliki prevalensi 28,5 persen pada anak laki-laki, dan 30,3 persen pada anak perempuan.
Sebenarnya batuk merupakan salah satu upaya pertahanan tubuh (dalam hal ini saluran nafas) yang alamiah yaitu suatu
reflex perlindungan yang primitif untuk
membuang sekresi trakheobronkial
ataupun benda asing yang masuk ke saluran
pernafasan. Refleks batuk ini terjadi akibat
terangsangnya reseptor batuk yang terdapat di saluran nafas ataupun diluar
saluran nafas,oleh rangsangan yang bersifat
kimiawi maupun mekanis. Reseptor batuk
yang terdapat di antara sel-sel epitel
berambut getar dari faring sampai
bronkialus , hidung , sinus paranasalis ,
saluran telinga dan selaput gendang, pleura, lambung, pericard dan diafragma.
Rangsangan yang dapat mencetuskan batuk antara lain :
1. Udara dingin
2. Benda asing seperti debu
3. Radang / edema mukosa saluran nafas
4. Tekanan terhadap saluran nafas misalnya oleh tumor
5. Lendir pada saluran nafas
6. Kontraksi pada saluran nafas
KETIKA BATUK MENJADI PATOLOGIK
Batuk ini menjadi tidak normal lagi bila
berlanjut berkepanjangan dan sudah
dirasakan sebagai suatu gangguan. Dalam
hal ini batuk merupakan manifestasi utama
dan kelainan saluran nafas disamping
lainnya seperti sesak nafas, pilek dan lain-
lain. Batuk yang berkepanjangan / berlama-
lama pada anak tidak jarang dan selalu menimbulkan kecemasan pada orangtua
penderita yang telah berusaha
mengobatkan anaknya secara medis
maupun secara tradisional
Disamping
dapat terjadi komplikasi dari penyebab batuk kronik dan berulang ini juga dapat mengganggu tidur, pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan sering bolos tidak masuk sekolah.
Batuk dikatakan kronis apabila sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
berturut-turut dan atau paling sedikit 3
episod dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik / non-respiratorik lain. Biasanya jenis batuknya terus menerus, produktif (berdahak ) , atau seperti
gonggongan anjing. Waktu batuk terutama
malam hari, lebih hebat pada waktu bangun
pagi, dan hilang pada waktu anak tidur.
Pencetusnya bisa makanan, iklim/udara,
kegiatan jasmani seperti berlari, ataupun
infeksi saluran nafas akut serta debu rumah
atau binatang, dll.
Gejala lainnya yang berhubungan dengan respiratorik adalah : sesak nafas, mengi,
nafas berbunyi, nyeri dada bila bernafas.
Gejala non respiratorik adalah : panas, nafsu
makan turun, sakit kepala, keringat malam
hari, berat badan turun, meriang, dll.
Adanya riwayat asthma / alergi dalam
keluarga, atau kontak dengan penderita
tubercolusis juga penting untuk ditelusuri .
PENYEBAB BATUK KRONIS
Batuk kronis bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan merupakan gejala
pada berbagai penyakit baik respiratorik maupun non-respiratorik. Berikut diuraikan berbagai kemungkinan penyebab terjadinya batuk kronik pada anak ;
1. Bronchitis ;
a) Bronchitis oleh karena infeksi virus dan bakteri
b) Bronchitis alergi
c) Bronchitis kimiawi karena inhalasi asap rokok
2. Penyakit paru supuratif
a) Fibrosis
b) Bronkiektasis
c) Kollaps paru dengan infeksi sekunder
3. Lesi fokal dari laryng , trachea atau bronchus a) Benda asing b) Tumor, kista
4. Tuberculosis
5. Batuk psikogen
LAKUKAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan tambahan yang mungkin diperlukan untuk mendeteksi batuk kronik pada anak ;
A. Pemeriksaan radiologic
Foto thoraks umumnya dilakukan pada
kasus dengan infeksi yang diragukan
penyebabnya spesifik atau non spesifik ,
bronkiekstasis dan proses paru yang lain
yang belum jelas secara klinia. Gambaran radiologic paru dapat berupa adanya massa, konsolidasi , kista , kavista , kelainan
kardiovaskuler dan lain-lain. Dapat pula dijumpai perpadatan diffuse atau bercak dengan atau tanpa daerah radioluscent.
Di samping pemeriksaan klinis dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisis maka juga
dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin
darah, urin dan tinja serta pemeriksaan
laboratorium khusus seperti mikrobiologik,
imunologik, pemeriksaan faal paru dan lain-
lain. Uji tuberculin mempunyai nilai
diagnostic yang tinggi pada tuberculosis
anak.
Dengan pemeriksaan laboratorium rutin
yang sederhana kadang-kadang diagnosis
etiologi suatu batuk kronis sudah dapat
ditegakkan. Pada kasus yang disangkakan
alergi atau dalam keluarga dijumpai riwayat
alergi maka perlu dilakukan pemeriksaan
IgE serum dan mungkin dilanjutkan dengan
pemeriksaan uji kulit ( Prick test, dsb).
Pemeriksaan uji faal paru terutama untuk
menilai ada tidaknya obstruksi saluran nafas, yaitu dengan mengukur nilai FEV-1 dan
PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate). Tetapi uji
faal paru ini sulit dilakukan pada anak kecil.
Demikian juga halnya dengan uji provokasi
bronkus .
PENANGANAN
Untuk penanganan batuk kronis terdiri
tergantung dari penyebabnya, terapi
simtomatik dan terapi rehabilitasi. Bila
didapatkan kelainan yang khas sebagai
penyebab, misalnya pertusis, tuberculosis,
asma, bronchitis, maka pengobatannya
langsung ditujukan pada kelainan yang
didapat.
Untuk penanganan awal batuk di rumah
dapat diberikan ekspektoran untuk batuk produktif dan antitussif untuk batuk non
produktif. Fisioterapi merupakan terapi
suportif. Pada penderita dimana terdapat banyak secret dalam saluran pernafasan maka drainage postural dan tepuk-tepuk dinding dada, pengaturan nafas dan
diatermi sangat membantu. Cara ini
merupakan pengobatan terpenting pada penyakit paru supuratif.
Pada batuk psikogenik dimana dasarnya
adalah reaksi kecemasan (neurosis) pada
anak, terlihat perubahan tingkahlaku
dengan menampilkan gejala batuk bila berhadapan dengan rangsangan psikis yang menimbulkan kecemasan. Untuk kasus ini orangtua perlu memberikan jaminan ketentraman psikis sehingga anak merasa nyaman, jauh dari kecemasan .
PENCEGAHAN
Berikut langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit batuk kronik :
1. Jauhkan anak dari penderita bronchitis, tuberculosis aktif dewasa
2. Hindarkan anak dari asap rokok sejauh mungkin
3. Memperhatikan gizi anak dengan baik, perbanyak buah-buahan
4. Jika sudah diketahui penyebab alergi, sedapat mungkin cegah anak berinteraksi dengan allergen tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar