Senin, 25 April 2011

GANGGUAN MENTAL TENTARA AMERIKA



Majalah Hilal Ahmar EDISI 41/VI/ DESEMBER 2010
SEHAT UTAMA

GANGGUAN MENTAL 
TENTARA AMERIKA
Tidak pernah terbayangkan bagaimana runtuhnya negara adi daya Uni Soviet ketika sedang berkuasa. Puluhan negara yang bergabung menjadi sebuah negara akhirnya rontok juga ketika berhadapan dengan Mujahidin Afghanistan. Setelah mundur dari negara kecil yang bernama Afghanistan, negara Uni Soviet menjadi limbung. Simpul penyatunya sudah rapuh, akhirnya struktur bangunan menjadi runtuh. Berkeping-keping menjadi negara-negara baru.
Saat ini juga tidak terbayangkan, bagaimana sebuah negara adi kuasa bernama Amerika Serikat akan runtuh. Puluhan negara bagian bergabung menjadi sebuah negara serikat, United States. Secara geografis negara ini hampir sepertiga benua Amerika. Berbatas samudera, bukan laut, dengan berbagai negara. Berbatas darat dengan sekutu-sekutunya. Kekuatan angkatan laut yang besar pun akan gagal menerobos benteng laut negara itu. Serangan udara ala kamikaze Jepang pun kandas. Gertakan ala Kuba pun tidak pernah berhasil. Dan bahkan terakhir, serangan ala Al-Qaeda malah membuat negara yang mengaku sebagai paman Sam (pamannya siapa ya?) mengamuk. Seluruh liang yang dianggap dihuni sang musuh, dimasuki, dan dihancurleburkan.
Berbicara masalah lorong yang gelap tadi, tentu butuh biaya yang besar untuk menghabiskan seluruh lubang. Baik bersifat dana, perlengkapan militer, serta prajurit. Sampai sekarang, belum semua liang berhasil dihancurkan. Perlawanan masih terjadi.
Dana sudah menguras kocek paman Sam. Semua alat militer terbaru sudah diuji coba. Dan prajurit, ada yang tewas di medan tempur, ada yang bunuh diri di medan tempur dan sebagian sudah pulang. Dan inilah masalah besarnya. Sebagian prajurit yang pulang tersebut mengalami gangguan mental!
Perang
Perang merupakan lingkungan yang membuat stress yang digambarkan oleh bahaya yang terus menerus, ketidakpastian, dan kebingungan. Perang merupakan fenomena konflik kekerasan yang terorganisir, dengan ciri penyerangan yang ekstrim, kekacauan sosial, dan tingginya kematian. Tujuan perang berbeda tergantung kelompok yang konflik: Tujuan perang ofensif dengan ciri penyerahan, pembauran, atau perusakan kelompok lain, sementara tujuan perang defensive adalah memukul mundur kelompok penyerang, sering, berdiri di atas kaki sendiri atau mandiri. Berkaitan dengan satu sama lain, orang bersenjata dalam perang disebut musuh. Istilah militer, militant, dan militerisme merujuk kepada aspek penting perang, seperti contoh kelompok terorganisir, individu bersenjata, dan penyokong.
Pada manusia, kebutuhan yang disadari untuk berkuasa sering muncul dari keyakinan bahwa ideology lain tidak cocok, atau sumber daya tidak mencukupi, sehingga mengancam eksistensi utama suatu kelompok yang mendominasi kelompok lain.
Pada tahun 2003, Nobel Laureate Richard E. Smiley menyatakan bahwa perang merupakan masalah ke enam dari sepuluh masalah terbesar yang terjadi dalam kehidupan manusia untuk lima puluh tahun kedepan.
Perang merupakan kelanjutan hubungan politik, yang dibawa dengan makna yang berbeda. Perang merupakan suatu interaksi dimana dua atau lebih kekuatan yang berlawan memiliki “keinginan untuk berjuang”.
Perang terhadap Terorisme
The War on Terror atau perang terhadap teroris adalah sebuah kampanye militer internasional yang terus menerus dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris dengan dukungan dari negara anggota NATO dan bukan NATO. Kampanye ini dimulai pada tahun 2001dengan invasi Amerika Serikat dan Inggris di Afghanistan sebagai balasan atas serangan teroris 11 September. Sejak itu, operasi berikutnya meluas di Iraq pada tahun 2003. aslinya, perang ini digelorakan untuk melawan al-Qaeda dan kelompok organisasi teroris lainnya dengan tujuan untuk menghancurkannya.
Frase kata “War on Terror” pertama kali digunakan oleh presiden Amerika Serikat Gorge W. Bush dan pejabat tinggi lainnya yang berarti suatu perang ideology dan hukum, politik dan militer global melawan organisasi yang dianggap sebagai teroris dan rezim yang dituduh memiliki hubungan dengan kelompok teroris atau menyediakan dukungan, atau menghadirkan ancaman bagi Amerika Serikat dan sekutunya. Ini digunakan secara khusus pada militant Islam dan al-Qaeda.
The War on Terror juga dikenal sebagai : World War III (Perang Dunia III), World War IV (dengan asumsi perang dingin sebagai perang dunia III), Bush’s War on Terror (Perang Bush terhadap Teroris), The Long War (Perang Sepanjang Masa).
Pemerintahan George W. Bush menyatakan bahwa tujuan War on Terror (Perang terhadap Teroris) adalah :
  1. Mengalahkan  teroris seperti Usamah bin Laden, Abu Musab al-Zarqawi dan menghancurkan kelompoknya.
  2. Mengidentifikasi, menemukan dan menghancurkan teroris dan kelompoknya.
  3. Menolak dukungan, sponsorsip, dan perlindungan bagi teroris. (1. Mengakhiri negara yang mensponsori teroris. 2. Memantapkan dan memelihara akuntabilitas standar internasional berkaitan dengan perang terhadap teroris. 3. Memperkuat dan mempertahankan dukungan internasional bagi perlawanan terhadap teroris. 4. Bekerja dengan negara yang mau dan mampu. 5. Memungkinkan bekerja dengan negara lemah. 6. Membujuk negara yang menentang. 7. Memaksa negara yang tidak bersedia. 8. Melarang dan mengganggu dukungan material bagi teroris. 9. Menghilangkan suaka dan tempat perlindungan teroris).
  4. Mengurangi kondisi yang mendasari yang teroris mencari untuk memanfaatkan. (1. Bekerja sama dengan komunitas internasional untuk memperkuat negara-negara yang lemah dan mencegah bangkitnya teroris. 2. Memenangkan ide-ide perang.)
  5. Melindungi penduduk Amerika Serikat dan kepentingannya di dalam dan luar negeri. (1. Mewujudkan strategi nasional untuk keamanan dalam negeri. 2. Memperoleh kekuasaan kewaspadaan. 3. Menambah pengukuran untuk menjamin integritas, kemungkinan, dan ketersediaan dari informasi dan fisik yang kritis berdasarkan infrastruktur di dalam maupun luar negeri. 4. Mengintegrasikan pengukuran untuk melindungi penduduk Amerika Serikat di luar negeri. 5. Menjamin kemampuan manajemen insiden yang terintegrasi.)
Pengertian “war (perang)” melawan “teroris” atau “terorisme” menimbulkan perselisihan, dengan kritik bahwa perang ini dieksploitasi oleh pemerintah yang terlibat untuk mencari tujuan politik yang telah lama berlangsung, mengurangi kebebasan sipil, dan melanggar hak asasi manusia. Beberapa orang berpendapat bahwa istilah perang tidak sesuai dengan konteks, ketika diyakini bahwa tidak terdapat musuh yang dapat disamakan.
Kritik lainnya, seperti Francis Fukuyama, menyatakan bahwa “terorisme” bukanlah musuh namun sebuah taktik. Kritik lebih lanjut menyatakan bahwa the War on Terror memberi kerangka kerja untuk perang yang terus menerus. The War on Terror dikritik tidak efisien, sejumlah ahli keamanan, politikus, dan kelompok politik menyatakan bahwa the War on Terror kontraproduktif, karena justru menggabungkan kelompok yang bermusuhan dengan Amerika, membantu rekrutmen teroris, dan meningkatkan serangan melawan Amerika Serikat dan sekutunya.
Ahli lain mengkritik bahwa Amerika Serikat memiliki standar ganda. Kepala Intelejen Inggris, mengkritik bahwa the War on Terror sebagai ‘huge overreaction (aksi yang berlebihan)” dan ia mencela militerisasi dan politisasi dukungan terhadap Amerika Serikat merupakan pendekatan yang salah terhadap terorisme. Pada Januari 2009, Sekretaris Kementrian Luar Negeri Inggris, David Miliband, menulis bahwa, “Akhirnya, pengertian (the War on Terror), adalah menyesatkan dan salah” dan kemudian dia berkata,” Ahli sejarah yang akan memvonis apakah (pengertian ini) telah dilakukan lebih jahat atau baik.”
Gangguan Kesehatan Mental Tentara Amerika
Sebuah penelitian menyatakan suatu pandangan awal kesehatan mental prajurit Amerika yang terlibat operasi tempur di Iraq dan Afghanistan. Hasil temuan penelitian menunjukkan atau mengindikasikan bahwa diantara mereka terdapat resiko yang signifikan (bermakna) masalah kesehatan mental dan subyek dilaporkan menolak menerima pelayanan kesehatan mental, terutama persepsi stigma yang muncul karena pelayanan  ini.
Operasi militer terbaru di Iraq dan Afghanistan merupakan pertempuran darat pertama yang terus menerus dilakukan oleh Amerika sejak perang Vietnam. Menimbulkan pertanyaan penting tentang efek pengalaman pada kesehatan mental anggota militer yang telah disebar di daerah tersebut.
Lingkungan perang yang membuat stress menyebabkan banyak ahli untuk meneliti, mengukur, dan mencoba untuk mengetahui gangguan mental yang terjadi pada tentara. Penelitian ini menyediakan informasi tentang besarnya dan karakteristik gangguan mental tentara Amerika yang disebar di Iraq dan Afghanistan sejak tahun 2004 yang mengalami perawatan inap.
Di temukan gangguan mental yang sering terjadi pada tentara yang disebarkan baik di Iraq maupun di Afghanistan, adalah gangguan mood (termasuk depresi, gangguan bipolar, dan dysthimia), gangguan penyesuaian (adjustment disorder), gangguan kecemasan, dan gangguan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat (narkoba). Berdasarkan wilayah operasi, ditemukan angka insiden penyalahgunaan zat secara bermakna lebih tinggi pada tentara yang disebar di Afghanistan dibandingkan di Iraq.
Penelitian menunjukkan setelah konflik militer menunjukkan pemicu stress dan dan dampak pertempuran menghasilkan resiko masalah gangguan mental, seperti gangguan mental pasca trauma (post traumatic stress disorder/PTSD), depresi mayor, penyalahgunaan narkoba, gangguan perbaikan fungsi sosial dan kemampuan bekerja, dan kenaikan penggunaan fasilitas perawatan kesehatan.
Berikut ini sebuah abstraksi dari penelitian dalam Kedokteran Militer (Military Medicine), Oktober 2009 oleh Wojcik, Barbara E, Akhtar, Fatema Z, Hasell, L Harison.
“Kami mengatur suatu penelitian retrospective pada 473,964 prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat yang disebar di Iraq dan Afghanistan sejak Desember 2004 menggunakan catatan pengakuan dan catatan penyebaran. Kami mengkategorikan diagnosa gangguan mental menggunakan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) dan mengidentifikasi percobaan bunuh diri/melukai diri sendiri menggunakan ICD-9-CM diagnose kode E950-E959. Kami memperkirakan dan mengevalusai relative risks (RR) menggunakan model Poisson regression. Analisa menemukan 1.948 perawatan psikitarik di rumah sakit dari prajurit yang disebarkan.
Gangguan mental yang paling sering terjadi adalah gangguan mood, penyesuaian diri, dan kecemasan (termasuk post-traumatic stress disorder/PTSD). RR dari gangguan mental berkisar 1,6 sampai 3 untuk wanita dan 2-6 untuk prajurit yang mendaftarkan diri dibandingkan pasangannya. Prajurit muda mengalami 30-60% lebih tinggi gangguan penyalahgunaan zat/narkoba. Pertempuran di Iraq menyebabkan resiko lebih tinggi gangguan mental dan masalah kecemasan dibandingkan pertempuran di unit pendukung. Prajurit wanita muda mengalami angka kejadian paling tinggi usaha bunuh diri/ melukai diri sendiri.”
Prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat yang bertugas di Iraq dan Afghanistan mengalami kondisi yang membutuhkan perhatian dan kemampuan serta penuh stress pada kesehariannya, dan evaluasi secara menyeluruh status kesehatan mental mereka diperlukan untuk perencanaan kedokteran militer, pencegahan, dan mengurangi faktor resiko potensial. Ini menjadi penting karena operasi yang tejadi belum pernah diketahui sebelumnya atau tidak terduga.
Kesehatan mental prajurit Amerika Serikat menarik perhatian baik dalam konflikmiliter maupun dalam keadaan damai. The Millennium Cohort Study pada 77.047 anggota prajurit pada tahun 2001-2003 dilaporkan bahwa data dasar fisik dan mental dari prajurit lebih baik pada populasi umum : laki-laki, pendidikan lebih baik, ranking militer yang lebih tinggi, dan menjadi bagian Angkatan Udara menyumbang kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan.
Milliken dan kawan-kawan membandingkan survey segera setelah kembali dari Iraq dengan survey 3-6 bulan setelah kembali. Mereka mengidentifikasi kenaikan prosentase konflik interpersonal, PTSD (post-traumatic stress disorder), depresi, dan gangguan kesehatan mental secara keseluruhan. Adler dan kawan-kawan menemukan kenaikan depresi dan PTSD. Survey yang berkonsentrasi gangguan PTSD pada prajurit yang yang kembali dari Operation Enduring Freedom (OEF) dan Operation Iraqi Freedom (OIF), melaporkan prevalensi PTSD berkisar dari 5 sampai 13%. Survey tak bernama pada prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat, Hoge dan kawan-kawan menemukan survey ini, 5,0% prajurit sebelum dikirim ke Iraq (n=2.414), 12,9% setelah kembali dari Iraq (n=881), dan 6,2% setelah kembali dari Afghanistan (n=1.956) positif mengalami PTSD.
Pada populasi angkatan Darat dan Marinir yang diteliti kemudian, Hoge dan kawan-kawan menemukan bahwa 4,7% yang kembali dari Afganistan (n=16.318) dan 9,8% yang kembali dari Iraq (n=222.620) positif terkena PTSD. Shen dan kawan-kawan menemukan bahwa derajat PTSD meningkat secara bermakna dengan lokasi dan lamanya penyebaran, meningkat 1,1 persen untuk tugas selama 60 hari.
Team Penasehat Kesehatan Mental yang ditunjuk Angkatan Darat menemukan pada tahun 2007 persentase prajurit yang ikut Operation Iraq Freedom (OIF) dengan gangguan kesehatan mental sama dengan persentase tahun sebelumnya, namun dilaporkan lebih buruk gangguan kesehatan mental yang ikut Operation Enduring Freedom (OEF) dibanding tahun 2005, khususnya yang berkaitan dengan depresi, kecemasan umum, dan stress akut. Team Penasehat Kesehatan Mental melaporkan penyalahgunaan obat yang lebih tinggi pada tahun 2007 di Operation Enduring Freedom dibanding Operation Iraq Freedom, sementara angka bunuh diri meningkat pada prajurit angkatan darat baik di OIF maupun OEF.
Wojcik, Barbara E, Akhtar, Fatema Z, Hassell, L Harison, memeriksa 473.964 prajurit yang terlibat pada 582.044 tour kombinasi di OIF dan OEF; 88.703 (19%) prajurit berpartisipasi lebih dari 1 tugas. Terdapat 417.412 prajurit yang disebar di OIF pada 476.635 tour; 82.511 (20%) prajurit berangkat pada banyak tour. Di OEF, 92,793 prajurit pergi melakukan 105.409 tour, dan 41.063 (44%) dari mereka melakukan lebih dari 1 tour. Beberapa perbedaan komposisi demografi dan karakteritik militer diamati dalam lokasi penyebaran.
Terdapat 3% lebih banyak wanita, 2% lebih banyak Afrika Amerika dan Hispanic, dan 0,1% lebih banyak penduduk asli Amerika di OIF dibandingkan OEF. Profil umur hampir sama diantara penyebaran lokasi dengan umur prajurit mayoritas antara 20 sampai dengan 30 tahun. Untuk struktur militer, terdapat 13% lebih sedikit unit tempur, 8% lebih sedikit tugas penuh, dan 4% lebih sedikit perwira di OIF.
Sepuluh persen (n=1.948)  total perawatan di rumah sakit (episode perawatan) dikedua operasi tentara termasuk diagnosa gangguan mental, dan 6% (n=1.225) dari yang dirawat di rumah sakit mengalami diagnose gangguan mental utama.
Diagnosa gangguan mental utama pada 1.225 terdiri dari 30,8% gangguan penyesuaian, 29,7% gangguan mood, 11,7% gangguan mental lainnya, 9,7% gangguan kecemasan (termasuk PTSD; 4,8% dari diganosa utama 1.225 adalah PTSD), 6,7% gangguan penyalahgunaan zat, 5,3% gangguan psikotik, 4,5% gangguan kepribadian (personality), dan 1,6% gangguan somatoform / dissociative / factitious.
Gangguan mental yang menyumbang 1.633 perawatan rumah sakit dalam OIF terdiri dari 30% (n=493) gangguan mood, 24% (n=397) gangguan penyesuaian, 16% (n=260) gangguan kecemasan, dan 12% (n=196) gangguan penyalahgunaan obat. PTSD merupakan 45% (n=116) gangguan kecemasan. Dibandingkan prajurit pria, prajurit wanita mengalami 60% resiko lebih tinggi gangguan mental yang dirawat di rumah sakit, dua kali mengalami resiko gangguan mood, 80% lebih tinggi gangguan penyesuaian, 2,4 kali mengalami gangguan kecemasan, dan 3,3 kali resiko PTSD.
Selama OEF, 300 prajurit mengalami 315 pengakuan dengan gangguan mental. Terdapat 34% (n=108) gangguan mood, 28% (n=89) gangguan penyesuaian, 15% (n=47) gangguan penyalahgunaan obat, dan 13% (n=40) gangguan kecemasan. Tiga puluh persen gangguan kecemasan merupakan PTSD. Pada prajurit wanita disbanding prajurit pria, resiko gangguan mental dan penyesuaian dua kali lipat, dan resiko gangguan mood dan kecemasan tiga kali lipat.
Perawatan di rumah sakit karena penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan secara bermakna (30%) lebih rendah di Iraq dibandingkan di Afghanistan. Dalam OIF terdapat 72 kasus upaya bunuh diri dilakukan prajurit laki-laki. Dan ada 49 kasus upaya bunuh diri dilakukan prajurit wanita.
Ada beberapa hambatan bagi prajurit untuk mencari pelayanan kesehatan mental diantaranya; prajurit tidak percaya profesionalisme ahli kesehatan jiwa, tidak tahu kemana mendapat bantuan, tidak memiliki transportasi yang cukup, kesulitan menjadwal perjanjian, kesulitan meninggalkan pekerjaan untuk perawatan, biaya kesehatan mental terlalu  mahal, menjadikan terasa terhina, akan mengganggu karier, anggota prajurit di unitnya akan kehilangan kepercayaan terhadapnya, unit kepemimpinannya akan merawat dengan cara yang berbeda, akan terlihat lemah, pelayanan kesehatan mental tidak berjalan.
Penutup
“Dan jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’…” (Ali Imran 140).
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran 139).
“Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan menggunakan tangan dan lidahnya untuk menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.” (Al Mumtahanah 2).
‘Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina..” (An-Naml 34).
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh konspirasi. Saat itu, para pendusta dibenarkan. Orang yang jujur justru didustakan. Pengkhianat diberi amanah, sedangkan orang-orang yang amanah justru dikhianati. Pada saat itu juga, arruwaibidhoh akan obral omongan.” Seseorang bertanya,’Siapakah arruwaibidhoh itu..?” “Orang bodoh yang (sok tahu) membicarakan perkara global.” (HR. Ibnu Majah).
“Katakanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (An-Nisa 138-139).
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu  menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfal 46). (snd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar