Jumat, 01 Oktober 2010

FUTUR

Sehat Mental
FUTUR

Apakah futur sebuah penyakit mental? Jika dicari dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) tentu saja sulit dipastikan diagnosanya. Apalagi kriteria menurut WHO (World Health Organization), badan kesehatan dunia. Meskipun demikian, penyakit ini banyak menjangkiti penggiat amal Islam. Bahkan menular dan menyebabkan endemis.
Menurut bahasa, futur  mempunyai dua arti, yaitu : A. Putus setelah bersambung, atau tenang setelah bergerak. B. Malas, lambat, pelan, setelah rajin dan bersungguh-sungguh.
Definisi futur  adalah suatu penyakit yang dapat menimpa sebagian penggiat amal Islam, bahkan menimpa mereka secara praktis (dalam bentuk perbuatan). Tingkatannya yang paling rendah adalah berupa kemalasan, menunda-nunda, atau berlambat-lambat. Sedangkan puncaknya ialah terputus atau berhenti sama sekali setelah sebelumnya rajin dan terus bergerak.

Sebab-sebab terjadinya futur

Terjadinya penyakit futur  dalam jiwa seseorang itu disebabkan oleh hal-hal berikut :
  1. Berlebih-lebihan dalam beragama.

Dengan sangat tekun melaksanakan ketaatan dan menghalangi tubuhnya untuk mendapatkan hak-haknya seperti istirahat dan makan makanan yang baik. Sikap seperti ini akan mendatangkan kelemahan, loyo, jenuh, dan bosan, yang selanjutnya akan memutuskan dan meninggalkan aktifitasnya. Bahkan kadang-kadang menyimpang dengan menempuh jalan lain yang merupakan kebalikan dari jalan  yang selama ini ditekuninya.
    “Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam beragama.” (HR. Ahmad).
    “Sesungguhnya agama Islam itu mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan diri dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan olehnya.” (HR. Bukhari).
    “Berbuat baiklah sesuai dengan kemampuanmu. Demi Allah, Allah tidak merasa bosan sehingga kamu sendiri yang merasa jenuh. Dan amalan ad-Din yang paling dicintai Allah ialah yang dilakukan secara rutin oleh pelakunya.” (Muttafaq’alaihi).
   
  1. Israf (berlebihan) dan melampui batas dalam hal yang mubah.

“Hai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah tiap-tiap masuk masjid (untuk beribadah) dan makan minumlah tetapi jangan berlebihan, karena Allah tidak menyenangi orang-orang yang berlebihan.” (Al- A’raf 31).
   
  1. Suka menyendiri dan meninggalkan jama’ah.

Hal ini disebabkan perjalanan sangat panjang, menurun, dan mendaki, banyak rintangannya, dan selalu memerlukan penyegaran dan inovasi. Apabila jalan kehidupan dan perjuangan ini ditempuh oleh si muslim dengan berjama’ah maka qalbunya akan terasa mantap, semangatnya selalu timbul, kemauannya kuat, dan bersungguh-sungguh. Tetapi kalau menyendiri,menjauhkan diri dari jama’ah, maka ia akan kehilangan orang yang dapat membangkitkan semangatnya dan menguatkan kemauannya, yang menggerakan cita-citanya, dan mengingatkannya kepada Rabbnya. Akibatnya ia merasa bosan dan jenuh, dan akhirnya akan menunda-nunda dan berlambat-lambat dalam pekerjaan, dan berhenti sama sekali.
    “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali Allah dan janganlah kamu berpecah belah.” (Ali Imran : 103).
    “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah bantu-membantu dalam melakukan dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah 2).
    “Taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpecah belah, nanti kamu menjadi lemah dan hilang keperkasaanmu.” (An-Anfal 46).
    Abdullah bin Al Mubarak berkata,”Kalau tiada jama’ah dalam kehidupan, niscaya kita tidak punya banyak jalan. Dan orang yang lemah akan menjadi mangsa, bagi orang yang kuat perkasa.”
  1. Sedikit sekali mengingat mati dan kampung  akhirat.

Kurangnya mengingat mati dan kampung  akhirat akan mengakibatkan lemahnya keinginan dan kemauan dan lambannya kegiatan dan gerakan, bahkan kadang-kadang menyebabkan terhentinya kegiatan sama sekali.
    “Sesungguhnya aku dahulu telah melarangmu menziarahi kubur, maka sekarang berziarahlah kamu ke kubur, karena dalam berziarah kubur itu terdapat pelajaran.” (HR. Tirmidzi).
  1. Bersikap seenaknya dalam melaksanakan amal sehari-hari.

Tidak melaksanakan shalat fardhu tepat  pada waktunya dan tidak berjamaah. Misalnya lagi, meninggalkan shalat sunat rawatib, shalat malam, shalat dhuha, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, beristighfar, berlambat-lambat datang ke masjid, atau tidak menghadiri shalat berjamaah di masjid tanpa udzur. Semua itu ada akibatnya. Dan akibat yang paling kecil ialah timbulnya penyakit futur, lemah, loyo, malas, merasa berat melakukan amal, atau bahkan berhenti dan terputus sama sekali.
  1. Perutnya kemasukan barang haram atau syubhat.

Boleh jadi hal ini disebabkan sikapnya yang sembrono atau tidak selektif terhadap pekerjaan sehari-hari dalam mencari rezki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan mungkin juga barang atau cara memperoleh barang itu dengan jalan yang syubhat, tidak jelas halal dan haramnya, atau karena sebab-sebab yang lain. Maka akibatnya ia akan memutuskan diri dari melakukan ketaatan-ketaatan, atau setidaknya merasa malas atau merasa berat sekali melaksanakan ketaatan, sehingga dalam melaksanakan ketaatan itu tidak merasa lezat dan tidak mendapatkan rasa nikmat dalam bermunajat.
    Itulah barangkali rahasia Islam menyerukan umatnya agar memakan makanan yang halal, meminum minuman yang halal, bekerja secara halal dan menjauhi yang haram dan syubhat.
    “Wahai manusia! Makanlah yang halal dan baik dari apa yang ada di bumi. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Al-Baqarah 168).
    “Setiap badan yang tumbuh dari barang yang haram (baik haram dzatnya maupun cara memperolehnya), maka nerakalah yang lebih cocok untuknya.” (HR. Tirmidzi).
    “Tinggalkan apa yang meragukan dengan melakukan apa-apa yang tidak meraguan (tentang halal dan haramnya).” (HR. Tirmidzi).
  1. Membatasi kegiatannya pada satu sisi saja dari berbagai aspek din ini.

Misalnya dengan memperhatikan aspek aqidah saja tanpa mengiraukan aspek lainnya. Atau hanya memperhatikan aspek ubudiyyah saja dengan mengabaikan aspek lain. Atau hanya membatasi diri untuk melakukan kebaikan-kebaikan dalam aspek sosial kemasyarakatan dengan memejamkan mata terhadap aspek-aspek lainnya. Jika demikian halnya, maka suatu ketika ia akan dihinggapi penyakit futur, jenuh, dosa, loyo serta malas.
    Jika seseorang membatasi diri hanya pada satu aspek saja, maka seolah-olah ia hanya menghendaki sebagian aspek kehidupan saja, tidak menginginkan kehidupan secara menyeluruh. Kalau hal ini sudah mencapai puncaknya, lalu timbul pertanyaan: “Apalagi setelah itu?” Maka tidak ada lagi jawaban kecuali timbulnya penyakit futur, lemah, dan malas.
    “Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (sebulat-bulatnya). Dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (Al Baqarah 208).
  1. Melupakan sunnah Allah terhadap alam dan kehidupan.

Kita melihat sebagian orang yang berkecimpung menegakkan din Allah ingin mengubah kondisi masyarakat secara menyeluruh baik dalam aspek pemikiran, aqidah, akhlak, tatanan sosial, politik, ekonomi dan lainnya hanya dalam waktu sehari semalam dengan menggunakan uslub dan wasilah yang lebih dekat dikatakan impian (utopia) daripada realistis.
    Dengan melakukan itu mereka tidak mempertimbangkan, memperhitungkan dan memikirkan bagaimana sunnah Allah terhadap alam semesta dan kehidupan. Yaitu bahwa amalan atau aktifitas itu harus dilakukan secara bertahap.
    Dengan antusias yang menggebu-gebu seperti itu, apabila mereka melihat realitanya tidak sesuai dengan yang diinginkannya, mereka lantas merasa malas, surut langkahnya, berlambat-lambat, bahkan mungkin berhenti sama sekali karena melihat hasilnya tidak sesuai dengan perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukannya.
  1. Tidak memperhatikan hak-hak badan karena besarnya tugas dan banyaknya kewajiban, sedang subyek yang mau melaksanakan jumlahnya sangat sedikit.

“Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, dirimu (badan dan jiwamu) juga punya hak atasmu, dan keluargamu (istri dan anakmu) juga punya hak atasmu. Karena itu, berikanlah kepada setiap yang punya hak akan haknya.” (HR. Bukhari).
  1. Tidak adanya persiapan untuk menghadapi rintangan.

Kita jumpai sebagian penggiat amal Islam yang mulai menapaki jalan perjuangan dengan tidak memperhatikan kendala atau hambatan-hambatan yang berupa istri, anak, kepentingan duniawi, ujian, bencana, dan sebagainya. Sehingga mereka tidak mengatur persiapan dengan masak.
    Kadang-kadang ditengah perjalanan ia menemukan rintangan-rintangan tersebut. Apabila ia tidak mampu menghadapinya ia apatis, malas, loyo, berlambat-lambat, bahkan mungkin berhenti sama sekali.
    “Ketahuilah bahwasanya hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (ujian).” (Al Anfal 28).
    “Dan sesungguhnya Kami benar-benar hendak mengujimu sehingga Kami mengetahui siapa diantaramu yang benar-benar berjihad dan bersabar. Dan Kami akan menyatakan (benar atau palsu) keadaan keimananmu.” (Muhammad 31).
  1. Berteman dengan orang yang lemah kemauannya dan rendah cita-citanya.
  1. Serabutan (tanpa aturan) dalam melaksanakan sesuatu, baik yang dilakukannya sendiri maupun bersama-sama.

Banyak aktifis, baik secara individual maupun kolektif, yang melakukan kegiatan penegakan din Allah secara acak-acakan. Tidak sistematis dan tidak beraturan. Sehingga mereka mendahulukan masalah yang tidak penting dan mengakhirkan yang penting dalam menegakkan din Allah.
  1. Terjatuh dalam lembah kemaksiatan dan kejelekan, lebih-lebih bila menganggap enteng terhadap dosa-dosa kecil.

“Apapun musibah yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tangan (ulah)mu sendiri, padahal telah banyak kesalahanmu yang dimaafkan oleh Allah.” (Asy Syura 30).

Akibat Penyakit Futur

Dampak penyakit futur  bagi pelakunya adalah: Tidak bersungguh-sungguh atau sembrono dalam melakukan ketaatan kepada Allah, dan jalan amal dan perjuangannya menjadi panjang, beban dan pengorbanan yang diperlukan menjadi banyak.

Pengobatan Penyakit Futur
  1. Menjauhi maksiat dan kejelekan-kejelekan yang besar maupun yang kecil.
  2. Rajin melakukan amalan pada siang dan malam hari.
  3. Mencermati waktu-waktu yang utama dan menghidupkannya dengan mengamalkan ketaatan.
  4. Membebaskan diri dari berlebihan dan bersangatan dalam beragama.
  5. Meleburkan diri ke dalam jama’ah, tidak menyendiri dan memisahkan diri dalam keadaan apapun.
  6. Selalu mengingat sunnah Allah terhadap manusia dan alam semesta.
  7. Beramal secara cermat dan sistematis.
  8. Bersahabat dengan hamba-hamba Allah yang shalih dan pejuang.
  9. Memberikan hak kepada tubuh.
  10. Memiliki persiapan untuk menghadapi rintangan dan hambatan.
  11. Menghibur diri dengan hal-hal yang mubah.
  12. Rajin membaca dan mengkaji kitab-kitab tarikh, kisah dan biografi sahabat.
  13. Mengingat mati dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi sesudahnya.
  14. Mengingat surga dan neraka dengan segala yang ada di dalamnya.
  15. Menghadiri majelis ilmu.
  16. Mengambil seluruh ajaran ad-Din ini, tanpa pilih-pilih.
  17. Selalu melaksanakan muhasabah (introspeksi) terhadap diri sendiri.
(snd)
Referensi :

Dr. Sayyid Muhammad Nuh, Terapi Mental Aktifis Harakah, Pustaka Mantiq, 1993, Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar