Kamis, 08 Juli 2010

SEJARAH ISOLASI OBAT


INFO OBAT
Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelcus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan "bapak kedokteran" dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudus Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. Johan Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan. Ia merupakan orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji-coba secara klinik pada manusia.
Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organic atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita. Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin, papaverin dll yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang sama. Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W. Sertuerner (1783-1841) pada tahun 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.
    Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari tanaman (ex: glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (ex: heparin untuk mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (ex: penisilin G sebagai antibiotic pertama), urin manusia dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medicinal dan farmakologi molekuler.

Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan Pemberi izin. Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat.
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memiliki lebih kurang 30000 spesises tumbuhan dan 940 spesies diantaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional ) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional telah dilakukan oleh nenek moyang sejak berabad lalu. Obat herbal telah diterima secara luas di Negara berkembang dan di Negara maju. Menurut WHO hingga 65% dari penduduk Negara maju dan 80% dari penduduk Negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Faktor pendorong terjadinya penggunaan obat herbal di Negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern / sintetik untuk penyakit tertentu diantaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. WHO sebagai badan kesehatan dunia merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker.
(Farida Yanuarti D.K, S. Farm. Apt)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar