Kamis, 08 Juli 2010

MENGAPA ANAK SUSAH MAKAN ?






Tentu Bunda setuju , bahwa memberi makan pada anak khususnya bayi dan balita tidaklah semudah mengucapkannya atau yang dibayangkan. Hal ini dikarenakan berbagai perilaku makan balita yang seringkali menjadi hambatan atau menyulitkan pelaksanaan pemberian makan seperti menolak makan , melepeh atau memuntahkan makanan , ‘ngemut’ atau hanya menyukai satu atau beberapa jenis makanan tertentu saja .
Berbagai perilaku seperti tersebut diatas tentu saja dapat berakibat tak terpenuhinya kecukupan gizi yang akan berdampak terhadap tumbuhkembang anak . Orangtua bijak  yang memahami hal ini tentu tak akan membiarkannya begitu saja dan berusaha untuk  mencari solusi agar balitanya mempunyai tumbuhkembang optimal dan meraih berat badan ideal .
Pertanyaan pertama yang sering diajukan oleh orangtua pada dokter adalah mengapa anak saya susah makan . Pada dasarnya , penyebab masalah kesulitan makan pada anak dapat dibagi menjadi 3 golongan besar , yaitu :
1.      Faktor Organik
2.      Faktor Nutrisi
3.      Factor Psikologik

1.      Factor Organic

Yang dimaksud dengan factor organic yaitu adanya kelainan-kelainan pada organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan , dari rongga mulut meliputi bibir , gigi geligi , palatum , lidah sampai ke usus dan organ-organ yang berhubungan ( pancreas , hati ) yang kesemuanya itu dipengaruhi oleh system syaraf . Adanya kelainan atau penyakit pada organ-organ tersebut pada umumnya akan mangakibatkan gangguan atau masalah makan . Selain itu , tentunya perkembangan  keterampilan makan yang berlangsung sejak lahir  sampai usia 3 tahun merupakan suatu aspek tersendiri yang memerlukan pelatihan atau pembinaan agar anak terampil mengkonsumsi berbagai makanan . Kelainan bawaan serta penyakit infeksi  pada organ tubuh lainnya dapat pula menimbulkan masalah makan disamping menyebabkan kebutuhan energy yang meningkat . Berikut adalah beberapa kelainan dan penyakit organic yang dapat menyebabkan anak menjadi susah makan :

a.      Pada rongga mulut
     Kelainan bawaan : labiognatopalatoskisis , makroglosus
     Infeksi : stomatitis , caries dentis , tonsillitis akut , dan lain-lain
     Gangguan neuromuskuler : paralisis lidah , palatum mole


b.      Pada bagian lain saluran cerna
     Kelainan bawaan : atresia esophagus , stenosis pylorus , penyakit Hirschprung , akalasia dan lain-lain.
     Infeksi : diare akut / kronis ,hepaitits , pancreatitis , cacing/parasit lain dan sebagainya.

c.      Pada organ tubuh lain
     Kelainan bawaan : penyakit jantung bawaan , sindrom Down
     Infeksi akut / kronis : ISPA , tuberculosis ,dll
     Gangguan neuromuskuler : palsi serebral
     Keganasan / tumor : leukemia , tumor Wilms , neuroblastoma, dll

d.      Penyakit metabolic , misalnya Diabetes mellitus , dll.

Untuk kelainan dari factor organic ini , orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter untuk mencari tahu penyebab pastinya sehingga mendapatkan terapi yang adekuat .

2.      Factor Nutrisi

Sebenarnya , berdasarkan kemampuan mengkonsumsi , memilih jenis dan menentukan jumlah makanan , balita merupakan consumer semi-pasif / semi-aktif , sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi masih bergantung pada orangtua , terutama ibu atau pengasuhnya . Pada masa ini pula terjadi perubahan pola makan dari makanan bayi ke makanan dewasa . Semua hal tersebut seringkali secara sinergis menimbulkan masalah makan yang dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi  nutrient dan malnutrisi , yang bisa menurunkan nafsu makan sehingga asupan makanan lebih berkurang lagi . Defisiensi nutrient yang seringkali berhubungan dengan nafsu makan adalah defisiensi Zinc (seng) sebagai akibat berkurangnya ketajaman rasa .

3.      Factor Psikologik

Factor psikososial seringkali menjadi penyebab hambatan perkembangan keterampilan makan yang umumnya terjadi pada usia sejak lahir sampai 4 tahun . Diduga terdapat periode sensitive yaitu terjadi respons optimal terhadap misalnya jenis makanan , dan bila masa kritis ini terlampaui , keterampilan makan tertentu seperti mengunyah , akan lebih sulit dipelajari oleh bayi , sehingga hal ini akan berakibat timbulnya masalah makan di masa selanjutnya . Terlebih bila disertai sikap paksaan sewaktu makan , sehingga bayi / anak merasakan proses makan ini sebagai saat yang tidak menyenangkan yang akan berakibat timbulnya rasa anti terhadap makanan . Hubungan emosional antara Ibu – bayi/anak sangat penting pada terjadinya masalah makan . Selain itu , sifat yang menonjol pada masa balita adalah rasa ingin tahu segala hal di sekitarnya , dan rasa ke’aku’annya mulai timbul , sehingga perhatian terhadap makanan berkurang dan seringkali menolak saat diberi makan .
Selain itu , gangguan psikologis bisa terdapat pada anak dari keluarga yang sedang mengalami kesulitan rumahtangga , tidak pernah makan bersama orangtua , atau dipaksakan makan makanan yang tidak disukai sehingga suasana makan menjadi tidak menyenangkan lagi . Hal ini akan mengakibatkan anak menjadi kehilangan nafsu makannya atau lazim disebut dengan anoreksia . Anoreksia bisa jadi hanya bersifat sementara , sebagai variasi normal dalam nafsu makan sehari-hari  . Bisa juga anoreksia bersifat tidak sesungguhnya atau pura-pura , hal ini diindikasikan bila anak masih menyukai jenis makanan yang lain . Karena  kadang-kadang terdapat anak yang hanya menyukai jenis makanan tertentu saja dan tidak bernafsu untuk mencoba makanan yang baru , lebih-lebih pola makanan yang baru tersebut berbeda banyak dalam hal warna , bentuk , konsistensi , dibandingkan dengan makanan yang disukainya .

Tata Laksana Masalah Makan

Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah makan yang disebabkan karena ketiga factor tersebut di atas :

1.      Mengatasi factor penyebab yang mendasari
2.      Mengatasi dampak yang telah terjadi , misalnya bila terjadi defisiensi gizi oleh karena anoreksia yang berlangsung cukup lama maka perbaiki defisiensi gizi tersebut dengan pengaturan makanan yang sesuai  .
3.      Meningkatkan upaya nutrisi dengan memperbaiki atau meningkatkan asupan makanan dengan cara :

i.        Memvariasikan menu sehari-hari  , perubahan rasa mungkin perlu dilakukan agar anak tidak cepat merasa bosan
ii.       Makanan disajikan dengan penampilan menarik sehingga anak akan tergerak untuk mencobanya
iii.      Berikan makanan padat gizi dan berenergi  tinggi sehingga dengan porsi kecilpun kecukupan energy/nutrient terpenuhi
iv.    Membiasakan anak makan teratur dan sebaiknya berikan makanan pada waktu anak sudah merasa lapar
v.      Tidak membiasakan ngemil / snacks sebelum makan  karena akan mengganggu timbulnya rasa lapar
vi.    Memberikan suplementasi vitamin dan mineral jika diperlukan
vii.   Menciptakan suasana makan menjadi kegiatan yang menyenangkan

4.      Melatih keterampilan makan anak sejak dini dengan cara memberikan makanan yang lebih padat secara bertahap baik konsistensi , tekstur maupun jumlahnya sesuai usia bayi . Usia antara bayi antara 6 sampai 9 bulan merupakan periode kritis dalam pembinaan makan dan rasa . Bila periode ini tidak dimanfaatkan secara optimal dapat timbul masalah makan di kemudian hari .


Berikut adalah beberapa kondisi yang sering terjadi dalam keseharian terkait dengan kesulitan memberikan makan pada masa bayi serta solusi yang dapat dilakukan di rumah :

1.      REGURGITASI dan MUNTAH

Regurgitasi adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah menyusu ASI atau minum susu botol dan jumlahnya hanya sedikit , dalam bahasa Jawa disebut juga dengan gumoh. Sedangkan muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan masuk ke dalam lambung .
Regurgitasi yang tidak berlebihan merupakan keadaan yang normal , terutama pada bayi muda di bawah usia 6 bulan . Pengobatannya adalah dengan memperbaiki teknik / cara menyusukan atau memberikan minum susu botol , agar tidak banyak udara tertelan . Bayi yang menyusu pada Ibunya harus dengan bibir bayi yang mencakup rapat putting dan sebagian areola payudara Ibunya . Sedang untuk bayi yang minum susu botol , perlu diperhatikan agar waktu minum susu botol tersebut , dot dan sebagian botol di atasnya penuh berisi susu . Untuk mengeluarkan udara yang tertelan , bayi ditegakkan dan ditepuk-tepuk punggungnya atau sambil ditelungkupkan pada pangkuan Ibunya atau ditidurkan miring ke sebelah kanan .
Muntah merupakan gejala yang sering berhubungan dengan factor organis , tetapi dapat pula dikarenakan factor psikologis yaitu apabila bayi tidak diperlakukan secara halus baik oleh Ibu ataupun pengasuhnya .

2.      Konstipasi

Konstipasi ialah bila frekuensi BAB berkurang dan konsistensi tinja mengeras . Bayi normal umumnya BAB 1-2 kali sehari , akan tetapi masih mungkin normal bila BAB 36-48 jam sekali , asalkan konsistensi tinjanya masih normal . Penyebabnya perlu dicari dan diberikan tindakan seperlunya . Hal ini dapat terjadi karena pengaturan makanan yang kurang baik , misalnya masukan makanan bayi muda kurang mengandung air atau gula , sedangkan pada yang berusia lebih tua biasanya karena kurang mengandung serat .

3.      PIKA

Pika adalah nafsu makan yang aneh , yaitu penderita menunjukkan nafsu makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang tergolong bukan makanan misalnya tanah , pasir , rumput , bulu , selimut wol , pecahan kaca , kotoran hewan , cat kering , dinding tembok dan sebagainya . Terdapat pada golongan anak dibawah umur 3 tahun , biasanya diatas satu tahun sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak sapihan wajar bila memasukkan benda-benda yang dipegangnya ke dalam mulutnya . Keadaan tersebut dapat merupakan gejala normal sebagai suatu tahap perkembangan oral dalam usaha mengadakan eksplorasi dunia luar dengan jalan menggunakan mulutnya . Pada penderita pika , tingkah laku demikian sering disertai kesukaan untuk bermain dengan benda-benda kotor . Pika mungkin terdapat pada penderita yang menderita defisiensi gizi , mungkin pula pada penderita retardasi mental .
Terapi untuk penderita pika terdiri dari pengawasan yang ketat agar penderita tidak memakan benda-benda  yang mungkin berbahaya untuk kesehatannya , misalnya mengakibatkan keracunan dan infeksi . Selain itu kepada penderita diberikan obyek yang tidak berbahaya , yang dapat digunakan untuk menggigit , mengunyah dan dipermainkan dengan mulutnya . bila terdapat defisiensi gizi , hendaknya diberikan terapi yang sesuai .

Pada kenyataannya , tidak semua masalah makan dapat diatasi dengan mudah karena seringkali penyebabnya adalah multifaktorial , sehingga perlu tata laksana terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu , seperti dokter spesialis anak , bedah mulut , dokter gigi , fisioterapi/ okupasi , psikologi / psikiatri , perawat dan ahli gizi . Wallohu a’lam bishshowab.
(dr. Metty Dewi Astuti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar