Jumat, 06 April 2012

07-Anak Sehat-PENYEBAB KELAINAN TINGKAH LAKU PADA ANAK

PENYEBAB KELAINAN TINGKAH LAKU PADA ANAK

Anak Sehat | Edisi : 55/VII/Maret/2012
penulis : dr. Meti Dewi Astuti


Adalah suatu harapan dan cita-cita dari para orangtua, guru, maupun masyarakat pada umumnya untuk memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan tentramnya hati bila melihat anak-anak bermain riang gembira, pandai, tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya, banyak teman dan dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam berbagai lingkungan dimana ia berada.


Harapan ini tentu menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari  segi fisis, emosi, mental dan social setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah adanya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkahlaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur, norma kecakapan / ketrampilan maupun norma social yang berlaku dalam lingkungan dimana anak berada. Tingkahlaku mereka mengalami gangguan dan kelainan (disorder), yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungannya daripada oleh anak sendiri.

Suatu kelainan tingkah laku tidak hanya disimpulkan berdasarkan pada tampaknya satu jenis /bentuk tingkahlaku yang spesifik, tetapi berdasarkan gejala-gejala jamak yang sifatnya terus menerus dan menyebabkan orang yang mengalami kelainan ini lumpuh secara social.

Pada anak-anak, kelainan tingkahlaku itu biasanya berkaitan dengan tahap perkembangan dan situasi tertentu, misalnya anak berusia 5 tahun masih suka mengompol bila di rumah sendiri, tetapi bila menginap di tempat lain ia tidak mengompol ; anak usia sekolah dasar di sekolah sangat agresif dan mengganggu, sedangkan di rumah sama sekali tidak demikian atau sebaliknya. Dari kedua contoh di atas nyata bahwa tidak mudah untuk menentukan apakah sesuatu kelainan tingkahlaku yang diperlihatkan anak merupakan suatu penyimpangan. Tetapi, dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa suatu kelainan harus dipandang dari sudut interaksi antara anak dengan lingkungannya atau dengan perkataan lain adanya kelainan tingkahlaku merupakan tanda adanya masalah dalam interaksi ini.

Seringkali dipertanyakan mengapa di dalam suatu keluarga yang biasa saja, terdapat anak yang manis dan baik, tetapi ada juga yang nakal, bandel, sukar diatur bahkan sering menimbulkan kesulitan. Hal ini berkaitan dengan konsep risiko yang menerangkan bahwa disatu pihak memang ada prakondisi yang memungkinkan terjadinya kelainan tingkahlaku dan di pihak lain adanya stress, trauma, pengaruh buruk dalam lingkungan. Kedua unsure konsep resiko ini diterangkan melalui contoh berupa 3 boneka, sebagai prakondisinya ialah satu dari kaca, satu dari seluloid dan satu lagi dari baja. Ketiga boneka tersebut dipukul dengan palu yang berkekuatan sama (sebagai pengaruh dari lingkungan). Akibatnya satu menjadi pecah, satu hanya tergores dan yang satu lagi justru menimbulkan suara nyaring. Kedua unsure ini, yaitu unsure individu dan unsure lingkungan merupakan dua hal yang paling mempengaruhi untuk terjadinya kelainan tingkahlaku. Ada 5 macam resiko yang dapat merupakan penyebab kelainan tingkahlaku, yaitu
  1. factor turunan (heredity)
  2. factor bawaan (constitutions)
  3. lingkungan (environment)
  4. situasi dan pengalaman (situations and experiences)
  5. segi perkembangan (ponts in development)
Berikut penjelasan dari kelima macam factor risiko tersebut :

1. Factor turunan

Dalam hal ini dimaksudkan semua unsure yang berhubungan dengan factor genetic yang memungkinkan terjadinya kelainan tingkahlaku. Seorang peneliti bernama Anthony mendasarkan penelitiannya pada anak-anak yang mempunyai salah satu atau kedua orangtuanya penderita skizofren (kurang waras) dan ternyata 18% dari sample menjadi seperti orangtua mereka. Anak-anak pada masa kanak-kanaknya menunjukkan tingkahlaku menarik diri, curiga dan tiba-tiba regresi. Dengan demikian berarti kepekaan untuk bertingkahlaku lain dari yang lain telah ditentukan secara genetis, sedang factor lingkungan hanya tinggal mencetuskannya saja.
 
2. Factor bawaan

Setiap orang dilahirkan dengan konstitusi (factor bawaan) yang unik. Konstitusi ini menyangkut tanda-tanda fisis dan temperamen. Tanda fisis misalnya hidung mancung, mata jeli, raut muka cantik/cakap, atau keadaan yang sebaliknya. Hal ini dimiliki sejak lahir dan dapat mempengaruhiperkembangan anak, misalnya dalam bentuk kualitas hubungan anak dengan orangtua, teman-teman dan sebagainya. Lingkungan cenderung memberikan respons positif terhadap anak-anak yang menarik daripada anak yang mempunyai kelainan. Dalam hal temperamen (gaya tingkahlaku seseorang), beberapa peneliti mengemukakan adanya pola gaya tingkahlaku yang sifatnya individual.

Ada beberapa temperamen yang tidak langsung menyebabkan kelainan, tetapi merupakan predictor dari timbulnya kelainan tingkahlaku (misalnya ketidakteraturan ; ketidaksesuaian, respons menarik diri, mood yang negative dalam intensitas yang tinggi). Untuk mengetahui apakah temperamen mempunyai andil dalam kelainan tingkahlaku seseorang, diperlukan suatu penelitian tentang hubungan temperamen tertentu yang dimiliki anak tersebut dengan lingkungannya. Misalnya seorang anak yang memiliki tingkah aktivitas yang tinggi, tentu akan senang untuk aktif, bergerak kesana kemari. Tetapi bila ia dihadapkan kepada lingkungan yang membatasinya dan menekankan keteraturan, maka akan timbul keluhan dari lingkungan atau orangtua bahwa anak tersebut merupakan anak yang tidak rapih, tidak tekun, keras kepala dan sebagainya. Ketidaksenangan yang timbul pada kedua belah pihak akan memudahkan tercetusnya kelainan tingkahlaku.
 
3. Factor lingkungan

Dalam hal ini dimaksudkan hal-hal dalam lingkungan yang dianggap mengandung risiko tinggi untuk terjadinya kelainan tingkahlaku, yaitu :
  1. Lingkungan nonfamilial (tidak mengandung suasana kekeluargaan), Suatu penelitian yang dilakukan oleh Spitz membuktikan bahwa anak-anak yang tinggal di suatu lembaga akan mengalami deprivasi, yakni disamping mengalami keadaan terpisahkan dari orangtua, kemiskinan dan malnutrisi, juga menderita kekurangan rangsangan sensoris, isolasi social dan budaya,. Deprivasi pada masa dini merupakan kunci terjadinya kelainan tingkahkaku. Untuk mendapatkan kesejahteraan jiwa, seseorang hendaknya mendapatkan kehangatan, kemesraan dan hubungan yang erat dari tokoh Ibu pada masa awal kehidupannya.
  2. Kelainan hubungan antara orangtua dengan anak  ; Sikap umum orangtua terhadap anak ialah menerima atau menolak. Bila terdapat sikap menerima yang berlebihan, maka akan timbul sindrom overproteksi. Orangtua yang menerima anak tetapi dengan cara menguasainya (otokratik), akan memupuk ketergantungan yang berlebihan, pasif, hubungan yang buruk dengan teman sebaya,. Sebaliknya bila sikap menerima dilakukan dengan cara member kebebasan penuh pada anak, maka akan terjadi anak dengan indulged type, yaitu anak yang tidak patuh, banyak menuntut, ingin selalu menguasai dan sebagainya. Dengan sikap menolak, maka kontak dan perhatian terhadap anak sangat kurang atau bahkan tidak ada, sehingga anak seperti ini tidak pernah mendapatkan pengawasan dan mudah menjadi nakal, agresif dan bertingkahlaku antisosial.
  3. Kelainan dalam keluarga, orangtua yang secara psikologis tidak berhasil untuk berkembang, dapat menyebabkan gangguan / kekacauan dalam vectoral relationship. Pada anak akan didapatkan penyesuaian yang salah akibat orangtua yang terlalu mengabdikan diri pada anak sehingga melupakan pengembangan dirinya sebagai orangtua atau sebaliknya terlalu banyak menuntut dari anak. Demikian pula karena di dalam keluarga terjadi penerusan nilai-nilai norma budaya, maka suatu kelainan tingkahlaku dapat saja dijangkitkan melalui hubungan orangtua dengan anak. \
  4. Orangtua yang sakit ; Anak sangat peka terhadap suasana yang diakibatkan oleh orangtua yang terganggu atau yang mengganggunya.
4. Factor situasi dan pengalaman

Contoh umum mengenai situasi yang dapat mempunyai nilai risiko untuk terjadinya kelainan tingkah laku ialah keadaan perpisahan . Beberapa peneliti menemukan banyak delikuensi (kenakalan) pada anak yang kehilangan ayahnya, dan gangguan tingkahlaku ini biasanya belum muncul dalam 5 tahun setelah kematian orangtua. Situasi dan pengalaman yang mempunyai risiko tinggi lainnya adalah perawatan di rumahsakit, penyakit dan berbagai trauma psikis.
 
5. Factor perkembangan
di dalam psikologi perkembangan dikenal adanya periode kritis yaitu saat dimana masa depan dari pola tingkahlaku anak tersebut ditentukan. Adanya masa perkembangan yang panjang memungkinkan manusia memperkaya diri, tetapi kadang-kadang terjadi interupsi yang menimbulkan ketidakseimbangan dan maladaptasi. Pada individu tertentu yang peka terhadap interupsi ini dapat terjadi keadaan yang berakibat lanjut menjadi kelainan psikiatris.  Ada masa-masa tertentu dimana anak banyak yang dibawa ke klinik bimbingan anak berkaitan dengan perubahan pertumbuhan fisis, cara berfikir dan proses memasuki suatu system pendidikan baru.

Kesimpulan yang tegas mengenai sebab dari suatu kelainan tingkahlaku tidaklah mudah. Setiap kelainan tingkahlaku dapat dicari sebabnya dari dalam diri anak maupun dari dalam lingkungannya. Adanya risiko tinggi dari kedua unsure tersebut, memudahkan timbulnya kealinan tingkahlaku. Suatu kelainan tingkahlaku hendaknya ditinjau dari sudut interaksi antara anak dengan lingkungannya. Anak pada taraf perkembangan yang berbeda dengan jenis masalah yang berbeda, memerlukan pengertian dan penanganan yang khas dan sebagia orangtua hendaknya tidak hanya memberikan label  kelainan tingkahlaku secara umum untuk semua pada segala tahap  perkembangannya.

Dengan mengenal  5 hal yang dapat mengandung risiko tinggi untuk terjadinya kelainan tingkahlaku, diharapkan pengertian yang luas masalah yang dihadapi anak maupun lingkungannya dan mengusahakan agar anak dan lingkungannya berada dalam pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. 

 (dr. Meti Dewi Astuti)

1 komentar: