Jumat, 06 April 2012

03-Sepotong Kata-KAIDAH UNTUK MENJAGA KELANGSUNGAN MASYARAKAT ISLAM

KAIDAH UNTUK MENJAGA KELANGSUNGAN MASYARAKAT ISLAM
Sepotong Kata | Edisi : 55/VII/Maret/2012
penulis : Redaksi

Wahai kalian yang telah ridha Allah sebagai Rabb kalian, Islam sebagai Dien kalian, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul kalian, ketahuilah bahwasanya Allah telah menurunkan dalam al Qur’anul Karim :


“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua. (niscaya kamu akan ditimpa adzab yang besar). Dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (An Nuur 19-21).

Beberapa ayat yang mubarak dari surat An Nuur yang turun selepas hadits Ifqi (kabar bohong yang menuduh Aisyah ra berzina), yang terjadi pada Ghazwah al Marisi’. Turun pada tahun kelima hijrah, menurut pendapat yang lebih kuat, sebelum perang Ahzab.

Ayat-ayat tersebut menerangkan satu rangkaian kejadian, yakni; membebaskan Sayyidah ‘Aisyah dari tuduhan keji yang dilemparkan kepadanya.

Ayat-ayat diatas membicarakan tentang kaidah sosial, bagian dari hukum-hukum yang berjakan dalam suatu masyarakat. Islam benar-benar sangat menjaganya. Kaidah tersebut mengatakan bahwa tersebarnya berita baik dalam masyarakat, akan menjadi pendorong bagi masyarakat untuk mengikuti dan meneladaninya serta mengamalkan kebaikan tersebut. Namun sebaliknya tersebarnya berita negative dalam suatu masyarakat akan dapat melemahkan atau membuat merosot moral, mengendurkan semangat, melemahkan tekad dan membuat perbuatan keji dan maksiyat menjadi mudah serta gampang menular.

Ayat diatas membicarakan orang-orang yang turut andil dalam menyebarkan tuduhan bohong tersebut, bahwasanya mereka akan mendapat siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat. Berita dahsyat yang hampir-hampir jika Allah tidak menurunkan dari langit ayat yang menyatakan kebersihan ‘Aisyah, menggoncangkan seluruh masyarakat Islam. Bagaimana tidak? Kalau berita tersebut merupakan tuduhan terhadap pimpinan dakwah, Nabi saw, atas harta milik paling berharga yang ia miliki dan kehormatan yang selalu ia  jaga. Dan berita itu juga telah menuduh tangan kanannya Abu Bakar Ash Shiddiq, yang mana tak seorangpun mendahului keislamannya, untuk berkorban terhadap Dien ini dengan putrinya Ash Shidiqah binti Ash Shiddiq. Karena dahsyatnya kepahitan yang dirasakannya, sampai-sampai ia mengatakan, “Demi Allah, saya belum pernah mendapat tuduhan seperti itu di masa jahiliyah, maka apakah kita rela diperlakukan seperti ini di masa Islam?”

Yang melemparkan tuduhan pada diri ‘Aisyah termasuk pula salah seorang  pengikut perang Badar. Termasuk didalamnya orang yang mengarungi perjalanan bersama Rasulullah saw dalam situasi sulit pada perang Badar. Ia melakukan pengkhianatan dengan melemparkan tuduhan terhadap Nabinya pada sesuatu yang paling berharga  yang ia miliki. Sampai-sampai Shafwan bin Al Mu’aththal mengatakan, “Subhanallah!! Demi Allah saya sama sekali tidak membuka tirai sekedup yang membawa ‘Aisyah, bagaimana mereka bisa menuduh istri Nabinya dan mencemarkan pribadi pimpinannya dan kecintaannya? Itu adalah tindakan pengkhianatan terhadap Diennya, kenabiannya, sahabat-sahabat dan perjalanan dakwahnya!”

Rasulullah saw sebagai pemimpin perjalanan, nabinya umat Islam, yang mana Allah mempersatukan kaum muslimin di Madinah melalui tangannya, antara golongan Khazraj dan Aus; apa yang beliau perbuat? Beliau bertanya kepada Zaid, bertanya kepada pelayan perempuan “Aisyah, bertanya kepada Ali dan bertanya kepada ‘Aisyah sendiri. 

Sebagaimana hal tersebut dituturkan oleh “Aisyah saat ia menceritakan tentang dirinya:
“Rasulullah saw mengunjungiku bersama ayah dan ibuku. Beliau bertanya, “Hai ‘Aisyah, jika memang benar-benar bebas dari tuduhan, maka Allah pasti akan membebaskanmu dari segala tuduhan itu. Dan jika engkau memang berbuat, maka istighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah.” Maka akupun memohon kepada ayahku untuk menjawabnya. Namun ia hanya bisa berkata,”Apa yang bisa aku katakan, demi Allah aku tak tahu apa yang harus aku katakana kepada Rasulullah saw.” Kepedihan yang ia rasakan hampir-hampir membuat kelu lidahnya. Lalu aku memohon kepada ibuku untuk menjawabnya, ia hanya bisa berkata, “Apa yang bisa katakana? Demi Allah, aku tak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah saw. Tapi putriku, jangan engkau ambil berat, sesungguhnya tak seorang wanita cantikpun dalam sebuah rumah melainkan tentu ia akan mendapatkan hal-hal yang menyakitkannya.” Demi Allah, akupun jadi teringat nama Ya’qub as. Aku teringat akan Ya’qub lantaran besarnya rasa kepedihan dan kedukaan yang aku rasakan. Maka akupun berkata,”Demi Allah, yang bisa aku katakan kepada kalian adalah sebagaimana kata-kata bapaknya Yusuf : Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Dan Allah sajalah yang  dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

Dalam ketegangan situasi yang melingkupi kota Madinah dan dalam suasana gelap serta suram yang meliputi kaum muslimin, maka bergeraklah orang-orang munafik memanfaatkan kesempatan tersebut. Mereka menggerakkan roda peperangan melawan Rasulullah saw, di bawah pimpinan pemuka mereka Abdullah bin Ubay bin Salul.

Maka berdirilah Rasulullah di atas mimbar dan berkata, “Wahai manusia, siapakah yang bersedia membelaku dari seseorang yang telah mencemarkan kehormatan istriku?” Maka berdirilah Sa’ad bin Mu’adz dan berseru, “Ya Rasulullah, jika mereka dari golongan Aus, kami siap membelamu dan membunuh mereka. Dan jika mereka dari golongan Khazraj, maka perintahkanlah kami bertindak menurut kehendakmu. “ (Abdullah bin Ubay yang memimpin persekongkolan jahat tersebut  adalah dari golongan Khazraj).

Sa’ad bin Ubadah berdiri, dia seorang yang shaleh namun saat itu ia dihinggapi fanatisme terhadap kaumnya dan berkata lantang,”Engkau dusta, jangan engkau sentuh mereka.” Ucapan Sa’ad bin Ubadah disambut oleh Usaid bin Hudhair dari golongan Aus, sepupu Sa’ad bin Mu’adz, “Engkau yang dusta. Engkau seorang munafik dan membela orang-orang munafik.” Maka kemudian terjadilah kegaduhan di dalam masjid. Lalu Rasulullah saw turun dari mimbar. Hampir saja mereka berbunuh-bunuhan di dalam masjid yakni antara kaum Aus dan Khazraj.

Dalam pada itu ‘Aisyah sendiri hanyut dalam suasana kesedihan. Ia menuturkan keadaannya waktu itu, “Demi Allah, aku menangis sepanjang hari. Air mataku mengalir dan tidak pernah henti. Ketika aku menangis, sementara Rasulullah saw, ayah dan ibuku berada di sampingku, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw berdiri ketika telah hilang rasa payahnya saat menerima wahyu. Beliau berkata,”Wahai “Aisyah bergembiralah!” Atau sebagaimana sabdanya,”Telah turun wahyu dari langit, menyatakan kebersihanmu  dari segala tuduhan.”

Peristiwa itu terjadi di rumah qiyadah, di rumah nabi. Dimana dalam kasus tersebut melibatkan pula orang-orang shaleh dan orang-orang yang jahat. Beberapa orang pahlawan perang Badar turut terlibat di dalamnya. Diantara mereka terdapat pula orang terdekat Abu Bakar, yang biasa ia santuni, yakni; Misthah bin Utsatsah. Juga Hamnah binti Jahsy, saudari Zainab binti Jahsy, dan Hasan bin Tasbit.

Kaidah Rabbani dalam kamus kehidupan masyarakat: “Sesungguhnya orang-orang yang suka agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang beriman, maka bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar