Jumat, 17 Februari 2012

Mengenal Manfaat & Resiko Obat Asma


Info Obat

Mengenal Manfaat & Resiko Obat Asma

Bicara mengenai obat asma, tak lepas dari berbagai pilihan jenis obat yang tersedia. Mulai dari golongan obat, tujuan penggunaan, maupun bentuk sediaan. Beda golongan obat akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Efek yang berbeda akan mempengaruhi tujuan penggunaan, apakah obat digunakan untuk mencegah atau untuk mengatasi saat asma kambuh. Sedangkan bentuk sediaan mempengaruhi onset (waktu yang dibutuhkan dari obat dikonsumsi sampai obat berefek) dan efektivitas obat sehingga biasanya menyesuaikan dengan tujuan pengobatan dan kondisi pasien. Namun yang namanya obat selain memiliki manfaat, tentu tak lepas dari risiko efek samping yang ditimbulkan..

 
Pertama kita akan memulai dengan obat asma dari golongan steroid. Contoh obat golongan steroid antara lain budesonide, beclometason dan deksametason. Obat pilihan pertama dalam terapi asma ini umum digunakan untuk tujuan pencegahan kambuhnya asma, walaupun dapat pula untuk mengatasi keadaan saat asma kambuh. Pada terapi pencegahan yang mengharuskan pasien mengkonsumsi obat secara rutin sebaiknya menggunakan bentuk sediaan inhalasi (obat yang digunakan dengan menghirup) atau lebih dikenal dengan sebutan metered dose inhaler (MDI). Penggunaan inhalasi memiliki memiliki onset lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan per oral (obat diminum melalui mulut dan melewati saluran cerna). Efek samping penggunaan inhalasi pun bisa diminimalisir karena obat hanya bekerja di seputar saluran pernapasan. Mengenai isu gangguan pertumbuhan anak dan timbulnya osteoporosis akibat penggunaan steroid terus-menerus, ternyata belum ada fakta yang membuktikan selama obat asma digunakan dalam bentuk sediaan inhalasi. Namun bagi pasien tetap diharapkan tidak menutup kemungkinan penggunaan obat steroid secara per oral.
Mengenai efek samping dari obat golongan steroid antara lain meningkatkan tekanan dan kadar gula darah, sehingga penggunaan steroid pada pengidap hipertensi dan diabetes mellitus (DM) perlu mendapat perhatian khusus. Obat golongan steroid juga memiliki efek sebagai imunosupressan (menekan kerja sistem kekebalan tubuh) yang dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga sebaiknya tetap menjaga kondisi dan stamina tubuh selama penggunaannya. Sedangkan penggunaan steroid untuk ibu hamil dan menyusui cukup aman selama obat diberikan atas rekomendasi dokter. Bahkan sebelum melahirkan kerap dilakukan suntikan intravena obat golongan steroid untuk mencegah kekambuhan asma saat ibu melahirkan. Yang perlu diperhatikan adalah saat pasien menerima terapi pencegahan yang mengharuskan penggunaan steroid secara rutin. Selama terapi tubuh menerima steroid dari luar (eksogen) yang mengakibatkan sistem endogen (hormon) dalam tubuh tidak memproduksi steroid. Karena itu, penggunaan steroid tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, dan dosis harus diturunkan perlahan untuk memberi waktu pada sistem endogen agar bisa kembali bekerja memproduksi steroid.
Sementara untuk mengatasi serangan akut (mendadak) pada asma, obat golongan beta-agonist misalnya salbutamol menjadi obat pilihan pertama yang bekerja sebagai bronkodilator (merelaksasi bronkus pada paru-paru). Obat golongan ini pun sudah banyak tersedia dalam bentuk inhalasi sehingga bekerja lebih efektif dalam mengatasi serangan akut. Pada keadaan darurat dimana pasien mengalami kesulitan bernapas yang parah digunakan metode pemberian obat secara nebulisasi. Nebulisasi merupakan metode semacam pengasapan obat yang diberikan pada pasien sehingga obat dapat masuk ke saluran nafas dalam kondisi sulit bernafas sekalipun. Sayangnya tidak semua sarana kesehatan memiliki alat nebulizer karena relatif mahal. Di samping penggunaan short acting, ada juga obat golongan beta-agonist yang bekerja long acting, misalnya salmeterol atau formeterol, yang memiliki onset dan durasi efek yang lebih panjang dibanding salbutamol. Biasanya untuk terapi pencegahan kambuhnya asma. Efek samping golongan beta-agonist cukup beragam seperti, tremor (gemetar) pada tangan, sakit kepala, hipokalemia (kekurangan kalium), dan takikardi (percepatan denyut jantung). Namun efek samping tersebut tidak selalu terjadi tiap kali penggunaan obat.
Muncul atau tidaknya efek samping tergantung kondisi klinis masing-masing individu. Apabila obat beta-agonist digunakan dalam jangka panjang dan secara berlebihan dapat menurunkan efektivitasnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya desensitisasi reseptor obat, sehingga reseptor menjadi kurang peka. Karenanya perlu dosis yang lebih besar untuk memperoleh efek yang sama. Untuk itu dokter akan mempertimbangkan dosis yang paling tepat untuk pasien sesuai dengan keadaan klinisnya.
 Terapi obat beta-agonist terkadang dikombinasikan dengan obat golongan antikolinergik untuk mencapai efek yang lebih baik. Sama dengan beta-agonist, obat golongan antikolinergik misalnya ipratropium bromida bekerja dengan merelaksasi bronkus. Umumnya digunakan untuk mengatasi serangan akut. Efek samping yang timbul dari obat golongan antikolinergik antara lain, mulut kering, mengantuk, dan gangguan penglihatan, terutama pada penggunaan inhalasi dimana pasien melakukan teknik penyemprotan yang kurang tepat. Dalam beberapa saat mata dapat menjadi kabur. Untuk itu disarankan agar pasien mengetahui teknik penggunaan inhalasi yang tepat misalnya dengan bertanya pada dokter atau apoteker.
Satu lagi obat yang akrab dalam terapi asma, yaitu teofilin. Teofilin tergolong obat “tua” dalam arti sudah digunakan untuk terapi sejak lama. Teofilin memiliki jarak dosis terapi dan dosis toksik (meracuni) yang sempit. Hal ini dapat membahayakan jika pasien mengkonsumsi dosis yang berlebihan. Gejala keracunan teofilin antara lain, insomnia, sakit kepala, mual, dan takikardi. Oleh sebab itu saat ini teofilin sudah banyak ditinggalkan dalam terapi asma. Namun kadang-kadang masih tetap dipakai misalnya pada keadaan darurat, teofilin diberikan dengan menyuntikkan dalam bentuk aminofilin. Pemakaian teofilin ini dipertimbangkan karena harganya yang ekonomis. Teofilin pun masih terdapat sebagai salah satu bahan aktif obat asma yang dijual bebas. Setelah kita memahami berbagai jenis obat asma, maka bisa kita simpulkan bahwa obat asma secara umum aman digunakan oleh pasien selama sesuai aturan penggunaannya dan sebaiknya bagi pasien dianjurkan menggunakan obat asma dengan bentuk inhalasi dikarenakan efektifitasnya yang baik dan efek sampingnya yang rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar