Hari ini kita sering mendengar kata kesetaraan gender. Sebuah frase
yang dianggap menyudutkan Islam. seolah-olah Islam adalah keyakinan
yang mendiskriminasikan gender. Padahal dari riwayat banyak kita
mendengar kisah-kisah kehebatan wanita yang menjadi sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wassalam. Yang menjadi masalah apakah ada kesalahan
interpretasi kaum muslimin sekarang atas peran serta kaum muslimah,
sehingga terjadi kesan ada diskriminasi terhadap kaum wanita. Untuk itu
marilah kita mencoba menelusuri jejak wanita hebat di jaman Nabi.
Namanya Ummu Kultsum, cucu dari Muhammad, Rasulullah shallallahu
'alaihi wassalam. Ibunya adalah penghulu wanita surga, Fathimah binti
Rasulullah Muhammad. Ayahnya bernama Ali bin Abi Thalib, orang pertama
yang memeluk Islam dari kalangan anak-anak. Orang keempat dari
khulafa'ur rasyidin.
Suami Ummu Kultsum bernama Umar bin Khaththab. Seorang Amirul
Mukminin dan khalifah kedua dari khulafa'ur rasyidin. Profesi Ummu
Kultsum adalah membantu seorang ibu melahirkan. Entah diberi nama apa
sekarang, apakah dukun bayi, bidan atau dokter spesialis kebidanan
tidak menjadi problem. Yang penting peran apa yang beliau lakukan
dengan kemampuan ilmunya.
Syahdan, ketika Umar Bin Khaththab 'blusukan' ke perkampungan
rakyatnya. Ini tentu saja tidak disertai para pengawal dan media massa.
Sendirian. Tidak pakai baju dinas. Beliau menemukan seorang pria yang
duduk termangu di depan tenda dipinggiran kota Madinah. Di dalam tenda
suara rintihan wanita terdengar. Pria tadi menyatakan ia adalah
seorang Badui yang datang mengharapkan kebaikan Amirul Mukminin. Dia
tidak tahu bahwa yang didepannya adalah yang dia cari. Maklum saat itu
belum ada koran, televisi atau media internet, sehingga wajah seorang
Amirul Mukminin tidak banyak diketahui oleh rakyatnya. Dia berkata
bahwa, di dalam tenda adalah istrinya yang hendak melahirkan dan tidak
ada seorangpun yang membantunya. Di akhir pertemuan, laki-laki jelata
tadi berkata kepada Umar, "Pergilah kamu! Semoga Allah merahmatimu dan
jangan lagi menanyakan masalah yang bukan urusanmu!"
Mengakhiri 'blusukan' tengah malam. Umar segera menemui istrinya
tercinta. "Maukah engkau mendapatkan pahala yang akan diberikan Allah
kepadamu?" Istrinya menjawab, "Apakah kebaikan dan pahala, itu wahai
Umar?" Umar pun menceritakan peristiwa yang baru dilihatnya itu
kepadanya. Setelah mendengar penjelasan Umar, Ummu Kultsum segera
bangkit dan mengambil perbekalan yang diperlukan untuk kelahiran bayi
sejenis kotak atau tas perlengkapan medis begitulah. Sedangkan Umar
memikul karung berisi minyak samin dan gandum. Selanjutnya, pergilah
mereka ke kemah tersebut.
Sesampainya mereka di kemah itu, Ummu Kultsum segera masuk dan
membantu perempuan tersebut dan melakukan tindakan medis. Menganamnese
pasien, memeriksa palpasi, perkusi dan auskultasi. Dan segera menentukan
fase persalinan. Menentukan grade pembukaan, melihat kontraksi ibu dan
memastikan janin sehat.
Sedangkan diluar tenda, Umar dan suami wanita yang hendak melahirkan
tadi, memasak roti dan minyak samin yang dibawanya dari rumah.
Ketika wanita itu telah melahirkan seorang bayi mungil (apa ada bayi
yang tidak mungil?) dengan selamat. Ummu Kultsum berseru di dalam
kemah; "Wahai Amirul Mukminin, berilah kabar gembira kepada temanmu itu
bahwa Allah telah mengaruniainya seorang bayi laki-laki."
Orang Badui itu terperanjat. Ia tidak menyangka bahwa temannya
memasak dan meniup api itu ternyata Amirul Mukminin. Istrinya di dalam
kemah juga terkejut begitu mengetahui bahwa orang yang membantu proses
kelahiran bayinya adalah istri amirul Mukminin.
Apa yang Umar tawarkan kepada istinya? Pahala! Bukan upah dirham
atau dinar berupa jasa medis persalinan. Menolong persalinan tanpa
pungutan biaya. Membantu yang lemah dan membutuhkan tanpa memikirkan
untung rugi. Bagaimana dengan anda wahai para ibu bidan dan dokter
spesialis kebidanan? Apakah anda menghitung para bumil (ibu hamil)
dengan kalkulator pundi-pundi dunia? Anda yang berhak menilai diri anda
sendiri.
Shafiyyah, namanya. Putri dari Abdul Muththalib. Dia adalah bibi
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam. Termasuk angkatan pertama
yang masuk Islam. Ikut berhijrah ke Madinah beserta anaknya Zubair bin
Awwam.
Di Madinah, Shafiyyah menyaksikan dan turut serta berperan dalam
menyebarkan agama Islam. Semangat jihad yang merasuk dalam dirinya
mendorong Shafiyyah ikut dalam perang Uhud bersama rombongan kaum wanita
untuk mengobarkan semangat keberanian kepada para mujahid dan merawat
diantara yang terluka. Inilah tim pertolongan pertama yang didirikan
oleh Rasulullah. Tim relawan medis pertama di wilayah perang yang
dipimpin oleh seorang wanita! (Berabad-abad lamanya sebelum keberadaan
seorang perawat Barat yang bekerja di medan perang.) Bekerja tidak
kenal lelah menolong mujahid yang terluka.
Bisa kita bayangkan persiapan
logistic obat-obatan, tenda-tenda tempat merawat prajurit. Kesibukan
tim medis melayani prajurit terluka. Ditengah-tengah gemerincingnya
pedang beradu. Debu yang mengepul. Dan teriakan yang membakar. Sebuah
simfoni merdu beraroma langit.
Di dalam perang Khaibar, Shafiyyah bersama wanita muslimah lainnya
ikut serta mengobarkan semangat para mujahid. Mereka juga mendirikan
kemah-kemah di garis belakang untuk mengobati pasukan kaum muslim yang
terluka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam senang atas apa yang
mereka lakukan sehingga beliau memberi mereka bagian dari harta
rampasan perang.
Semua ini dilakukan Shafiyyah karena ibadah. Bukan mengharap pundi-pundi harta bernama upah medis.
Ini adalah wanita ketiga yang perlu dikenali dan diteladani oleh
para relawa medis wanita. Bernama, Rumaisha Ummu Sulaim binti Milhan.
Seorang wanita Anshar dari suku Khazraj. Termasuk wanita Anshar angkatan
pertama yang memeluk Islam. Dia tidak menghiraukan kemungkinan akan
menghadapi gangguan dari masyarakat jahiliyah penyembah berhala.
Peran Ummu Sulaim dalam menyebarkan Islam tidak hanya dengan lisan,
bahkan ia juga ikut terjun ke medan jihad bersama para pejuang Islam.
Dia menunjukkan sikap keperwiraannya di dalam perang Hunain. Dalam
perang tersebut ia tidak hanya bertugas memompa semangat juang para
mujahidin dan mengobati pasukan yang terluka, tapi juga siap
mempertahankan dirinya dan menghadapi musuh yang menyerangnya.
Dalam Shahih Muslim dan At-Thabaqaat disebutkan bahwa pada perang
Hunain, Ummu Sulaim membawa sebuah belati. Abu Talhah yang melihatnya
melapor: "Wahai Rasulullah, itu Ummu Sulaim membawa belati." Ummu Sulaim
berkata ; "Wahai Rasulullah, jika ada seorang musyrik yang mendekatiku
maka aku akan menusuk perutnya dengan belati itu."
Anas berkata ; "Ummu Sulaim dan wanita-wanita Anshar pernah ikut
perang bersama Rasulullah . Merekalah yang memberi minum kepada
pasukan dan mengobati orang-orang yang terluka."
Di jaman modern ini, akhirnya dibuat aturan hukum perang
internasional yang membolehkan tim medis untuk membawa small arms untuk
membela diri. Small arms sejenis AK-47, pistol, dan yang setipe. Tidak
disangka itu sudah dipraktikkan oleh Ummu Sulaim, relawan medis wanita
di wilayah perang di jaman Nabi.
Tiga kisah wanita sahabat Nabi ini, mudah-mudahan selalu menjadi
inspirasi bagi siapapun yang bergerak di bidang medis. Hanya mengharap
pahala atas pengamalan ilmunya. Melayani tanpa memilih, mengobati tanpa
imbalan. Dan tidak akan lari dari medan perang. (dr. Sunardi)
- Majalah Hilal Ahmar | 64/IX/MAR2013 | Sepotong Kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar