Ahad (23/12), Langit Jabal Akrod diselimuti awan mendung, biasanya
pasukan Bashar Asad tidak akan berani menerbangkan pesawat tempurnya
ketika langit mendung. Alhamdulillah, hari itu kami mulai berkoordinasi
dan menyusun job description Tim dalam musyawarah bersama dr.Rosyid
sebagai pimpinan Rumah Sakit Lapangan Jabal Akrod.
Di tengah-tengah musyawarah kami, datang satu pasien yang mengalami
luka cukup parah dibagian lutut kakinya terkena benda tajam. Rupanya
pasien yang terluka ini mengalami kecelakaan kerja ketika hendak
memotong-motong kayu untuk dijadikan bahan bakar pengahangat ruangan,
luka yang dialaminya cukup parah, Tim HASI bersama dr.Rosyid berusaha
untuk melakukan pertolongan pertama dengan menghentikan perdarahan yang
terjadi sebab pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit Lapangan di Yamadiya
(kawasan yang lebih dekat dengan perbatasan Turki) untuk mendapatkan
perawatan intensif dengan peralatan yang lebih lengkap. [FS]
Relawan HASI Mengantarkan Bantuan Ke Kawasan Idlib
Sabtu (5/1) Alhamdulillah perjalanan kemarin dimudahkan Allah. Kami sempat shalat jumat, pertama kalinya di bumi syam. Pada rakaat pertama terdengar suara heli. Pak imam cukup bijak, beliau membaca surat Al-Quraisy dan An-Nashr yang sangat pendek untuk ukuran jumatan di negeri kita. Jumatan yang hanya 2 shaf pun berlalu aman dan tenang. Jamaah dan pak imam bahkan sempat beramah-tamah sebentar dengan kami di halaman masjid.
Cerita berbeda terjadi di mazdakhihya, tempat kami menyalurkan bantuan bagi penduduk yang rumahnya hancur kena bom pekan kemarin. Agaknya mereka masih trauma dengan serangan heli yang menghancurkan 10
rumah disana. Shalat jumat bubar ketika heli melintas diatas desa mereka. Demikian menurut salah satu warga yang menerima bantuan. Sepuluh paket bantuan uang kami serahkan pada penduduk. Nominalnya mungkin tak seberapa tapi mudah-mudahan memompa moral mereka, bahwa ada saudara muslim mereka nun jauh di Indonesia yang peduli dan berempati pada penderitaan mereka, dengan gembira, mata berbinar dan senyum sumringah, mereka berterimakasih dan banyak bertanya pada kami tentang Indonesia.
"Indonesia Negeri Muslim besar ya?" banyak penduduknya? setelah sempat dijamu jus jeruk dan kopi, kami pun pamit meninggalkan desa yang indah di puncak bukit menghadap pegunungan jabal turkman itu.
Perjalanan kami lanjutkan ke Ainul Baidho. Sebuah kamp pengungsian baru di Idlib. Di sana ada puluhan tenda dan ratusan muhajir (orang-orang yang hijrah.red) perjalanan menuju Idlib, alhamdulillah
lancar dan aman. mendung dan kabut tebal menaungi kami sepanjang jalan. Allah mengamankan kami dari serangan pesawat rezim.
Kondisi mereka mengenaskan, mereka tinggal di tenda tanpa pemanas, padahal suhu di lereng pegunungan itu dingin sekali. Saat kami berwudhu untuk shalat ashar, ujung jari langsung terasa beku, wanita
dan anak-anak mengerumuni tungku api, memasak sambil menghangatkan tubuh, sementara kaum lelakinya sibuk menurunkan selimut, roti dan beras dari truk bantuan.
Tim medis HASI bersama dr Romi menggelar pemeriksaan kesehatan di
sebuah tenda. mereka yg sakit pun segera merubung, kebanyakan balita.
belasan balita terkena infeksi saluran pernafasan atas (ispa). kondisi
yg dingin dan kurang higienis membuat kasus ini banyak dijumpai. az
Yahya dan Api Unggunnya
"Yahya," jawab anak berjaket merah itu ketika saya bertanya siapa
namanya. Bersama Muhammad, adiknya, Yahya sedang berdiang menghangatkan
tubuh di depan unggun api di samping tendanya.
Percakapan kami pun mengalir setelah sapaan pertama itu. Yahya
bersama ayah, ibu dan dua adiknya mengungsi dari kawasan Idlib ke Ainul
Baidho di perbatasan Turki. Kenapa?
"Desa kami dijatuhi birmil, roket dan bom," jawabnya. Anak 11 tahun
itu kemudian bercerita dengan semangat kekanakannya bagaimana
helikopter, jet MiG dan roket-roket Grad buatan Rusia menghancurkan
rumah dan kampungnya.
"Kami ingin ke Turki, bergabung dengan kamp pengungsi di sana,
Mungkin ke Yazdalij atau Urfah," jelas Yahya ketika saya bertanya ke
mana mereka hendak pergi.
Ya, kondisi kamp pengungsian di Turki jauh lebih baik. Pemerintah
Turki dan lembaga-lembaga bantuan mencukupi kebutuhan mereka dengan
tenda berpemanas guna melawan hawa musim dingin. Namun mereka belum
bisa menembus perbatasan sehingga harus menunggu di Ainul Baidho.
Tenda-tenda di kawasan perbatasan Suriah-Turki itu tak mampu
melawan dinginnya malam yang menusuk tulang. Pemanas tak ada dan tak
mungkin digunakan karena bahan tenda yang plastik rawan terbakar.
Jadilah Yahya, keluarga dan para pengungsi berdiang melawan dingin di
depan api unggun yang juga digunakan untuk memasak. Hal ini tentu tak
bisa dilakukan jika hujan turun. Perih hati rasanya melihat anak-anak
dan balita itu kedinginan.
Namun semangat Yahya tetap tinggi. Ketika saya mengambil fotonya,
si kakak segera mengacungkan dua jari. Ia juga menyuruh Muhammad agar
mengacungkan simbol V yang bermakna Victory atau kemenangan. Dasar
anak-anak revolusi, optimis menang meskipun harus terusir dari
kampungnya
(Laporan tim ke empat Relawan HASI di Suriah)
- Majalah Hilal Ahmar | 64/IX/MAR2013 | Sehat Mental
Tidak ada komentar:
Posting Komentar