Minggu, 11 Maret 2012

KELAINAN JANTUNG ANAK (part II)

Anak Sehat | Majalah Hilal Ahmar  Edisi 54/VIII/Februari/2012

 

KELAINAN JANTUNG ANAK (part II)


FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH PADA TIMBULNYA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

1)   Keadaan social ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan factor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik . Insidens demam reumatik di Negara-negara yang sudah maju , jelas menurun sebelum era antibiotic . Termasuk dalam keadaan social ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain . Semua hal ini merupakan factor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik .


2)   Iklim dan geografi

Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang , tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi , lebih tinggi daripada yang diduga semula . Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran rendah

3)   Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat .

GAMBARAN KLINIS

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik /penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam empat stadium , yaitu ;

a)    Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-Streptokokus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya , keluhan biasanya berupa demam , batuk , rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare . Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya . Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar . Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan . Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik , yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik .

b)   Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten , ialah masa antara infeksi Streptokokus dengan permulaan gejala demam reumatik ; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian .  

c)    Stadium III

Yang dimaksud stadium III ini ialah fase akut demam reumatik , saat timbulnya pelbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam ;

Gejala peradangan umum

biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia , lekas tersinggung , dan berat badan tampak menurun . Anak kelihatan pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoiesis , bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia. Sering juga didapatkan rasa sakit di sekitar sendi selama beberapa hari/minggu, dimana rasa sakit ini akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang dapat timbul ialah sakit perut , yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai appendicitis akut . 

 manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik
meliputi ; arthritis , karditis , korea , eritema marginatum , nodul subkutan .

d)    Stadium IV

Stadium ini disebut juga stadium inaktif . Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung , gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan . Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya .

DEMAM REUMATIK BERULANG

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik mempunyai kecenderungan untuk berulang atau reaktivasi. Gambaran klinis dan laboratorium pada reaktivasi ini sama saja dengan gejala serangan pertama . Sebelum ditemukan cara pencegahannya , 60-75% penderita demam reumatik mengalami satu atau lebih reaktivasi . Dengan cara pencegahan yang baik, insidens reaktivasi dapat ditekan menjadi sangat rendah .

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI UNTUK TERJADINYA REAKTIVASI

Mengapa dan bagaimana demam reumatik/penyakit jantung reumatik cenderung untuk berulang pada penderita masih belum dapat diterangkan secara pasti. Tetapi pengalaman klinis para ahli menunjukkan adanya pelbagai factor yang mungkin merupakan factor predisposisi untuk terjadinya reaktivasi , diantaranya yaitu ;

a)    Infeksi Streptokokus

Pada semua reaktivasi demam reumatik dapat dibuktikan adanya infeksi baru beta-Streptokokus hemolyticus grup A. Angka kejadian serangan rheuma setelah infeksi Streptokokus  tersebut jauh lebih tinggi pada anak yang pernah menderita demam reumatik daripada anak lain yang belum pernah menderitanya .

b)   Umur, jenis kelamin dan ras

Makin muda anak menderita serangan pertama reuma , makin besar kemungkinan anak teersebut mengalami reaktivasi. Karditis yang terjadi pada anak kurang dari 6 tahun sering mengalami reaktivasi sebelum masa pubertas. Ada sarjana yang mengemukakan bahwa pada golongan umur tertentu wanita lebih sering mengalami reaktivasi daripada laki-laki; demikian pula pada golongan etnis tertentu. Tetapi penemuan ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai factor lain, misalnya keadaan social ekonomi . Makin baik tingkat social ekonomi, makn kecil kemungkinan untuk terjadinya reaktivasi .

c)    Interval sejak serangan pertama

Kemungkinan untuk terjadinya reaktivasi yang paling tinggi ialah pada tahun pertama setelah serangan pertama demam reumatik. Setelah 3 tahun kemungkinan reaktivasi menurun. Makin lama penderita terbebas dari reaktivasi, makin kecil kemungkinan serangan ulang tersebut .

d)   Penderita dengan gejala sisa kelainan jantung

Baik pada penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik, kemungkinan terjadinya reaktivasi juga dipengaruhi oleh sejumlah serangan akut yang dialami sebelumnya. Pada penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa / kerusakan jantung, kemungkinan untuk mendapat reaktivasi ini lebih besar daripada penderita tanpa kelainan jantung.

PENCEGAHAN

Dalam tindakan pencegahan terhadap demam reumatik / penyakit jantung reumatik dikenal 2 hal , ialah profilaksis primer dan profilaksis sekunder.

1)   Profilaksis primer

Yang dimaksud dengan profilaksis primer pada demam reumatik ialah pengobatan yang adekuat terhadap semua penderita infeksi saluran nafas bagian atas akibat beta-Streptokokus hemolyticus grup  A.

2)   Profilaksis sekunder

Yang dimaksudkan di sini ialah cara untuk mencegah terjadinya infeksi Streptokokus pada penderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik stadium IV (tenang, inaktif), termasuk mereka yang hanya pernah menunjukkan gejala korea minor saja. Tindakan profilaksis ini berlangsung lama, karenanya perlu kesadaran para dokter dan petugas kesehatan lainnya di satu pihak dan penderita serta orangtua penderita di pihak lain agar program profilaksis dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Profilaksis sekunder harus segera dimulai setelah diagnosis demam reumatik berulang ditegakkan. Pada umumnya para dokter sependapat bahwa profilaksis sekunder harus diberikan sekurang-kurangnya 5 tahun setelah serangan pertama, karena pada periode inilah kemungkinan terjadinya reaktivasi paling besar. Setelah itu berapa lama profilaksis diberikan masih belum ada keseragaman pendapat di kalangan para ahli. Sebagian berpendapat , meskipun kemungkinannya makin lama makin kecil, infeksi Streptokokus dapat terjadi pada semua umur. Karena itu mereka berpendapat bahwa profilaksis sekunder harus diberikan seumur hidup .

PENCEGAHAN terhadap ENDOKARDITIS BAKTERIALIS

Pada orang dewasa endokarditis bakterialis mungkin dapat terjadi meskipun tidak terdapat kelainan jantung sebelumnya . Tetapi pada anak , endokarditis bakterialis hanya dapat terjadi bila telah terdapat kelainan organic jantung, baik karena kelainan bawaan maupun karena penyakit jantung reumatik . Karena itu setiap penderita jantung reumatik tenang dengan gejala sisa kelainan jantung , harus diusahakan agar terjadinya endokardittis bakterialis dapat dicegah . Bakteriemia dapat terjadi segera setelah tindakan bedah seperti ekstraksi gigi/bedah mulut , tonsiloadenoidektomi , bronkoskopi , operasi saluran pencernaan bagian bawah dan lain-lain . Maka dalam tindakan-tindakan tersebut diberikan antibiotika profilaksis.

DEMAM REUMATIK KRONIK

Kebanyakan serangan demam reumatik adalah “self limited” . Timbulnya kembali gejala akut(reaktivasi ) adalah akibat berulangnya kembali penyakit setelah infeksi Streptokokus baru . Pada sebagian kecil kasus, proses penyakit menjadi kronik , berlangsung lebih dari 6 bulan. Demam reumatik kronik dapat terjadi sejak serangan pertama, tetapi lebih sering terjadi setelah penderita mengalami reaktivasi. Prognosis penderita dengan demam reumatik kronik adalah buruk ; 75% meninggal dalam waktu 8 bulan sampai 5,5 tahun setelah proses kronik . Penyebab kematian biasanya ialah gagal jantung .

Dari semua manifestasi demam reumatik/penyakit jantung reumatik, maka hanya kelainan jantung yang dapat menetap, meninggalkan sekuele. Kelainan sendi, bagaimanapun beratnya selalu akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa . Juga tidak aka nada kelainan syaraf yang menetap, kecuali episode serangan korea berulang . Jadi prognosis penderita terutama ditentukan dari ada atau tidaknya kelainan pada jantung pada fase skut, serta ada tidaknya gejala sia kelainan katup jantung . Sudah barang tentu derajt kelainan jantung , baik pada fase akut maupun sebagai gejala sisa menentukan baik atau tidaknya prognosis. Prognosis lebih buruk pada anak-anak yang berumur di bawah 6 tahun daripada anak-anak yang lebih besar. Juga prognosis akan diperburuk bila pemberian profilaksis sekunder tidak dijalankan sebagaimana mestinya, dengan konsekuensi akan terjadinya reaktivasi penyakit .

(dr. Meti Dewi Astuti)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar