Minggu, 11 Maret 2012

CIRI MASYARAKAT BERAQIDAH ISLAMIYAH

Sepotong Kata | Majalah Hilal Ahmar  Edisi 54/VIII/Februari/2012

 

CIRI MASYARAKAT BERAQIDAH ISLAMIYAH


Aqidah Islamiyah telah berhasil membina manusia-manusia teladan yang dikira sebagian kelompok sebagai cerita biasa atau dongengan saja, namun sebenarnya kenyataan yang dapat dibuktikan lebih besar dari apa yang dibayangkan orang. Kehidupan mereka seluruhnya dicurahkan untuk membela dan memperjuangkan al Haq meski sebesar apapun pengorbanan yang harus diberikan.

Sekarang ini kita bisa melihat kenyataan sampai dimana perjalanan umat manusia di samudera bumi ini setelah bahteranya terlepas dari ikatan aqidah Islamiyah. Mereka mengarungi samudera tanpa pedoman. Mereka yakin akhlak dan Dien dapat dikembangkan dan ditafsirkan menurut keinginan manusia. Oleh karena itulah akibat buruk yang menimpa manusia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ketidakadilan dan kepincangan. 2. Penindasan, kezaliman, dan ketakutan. 3. Kerusakan dan kehancuran jiwa serta moral. 4. Timbulnya berbagai penyakit.

Umat Islam sepakat untuk memiliki tujuan mencari ridha Allah semata. Kemudian mereka berjuang untuk tegaknya masyarakat yang berdasarkan tatanan Islam, beraqidah Islamiyah.
Ada beberapa ciri khas masyarakat yang beraqidah Islamiyah:


  1. Masyarakat yang Tenteram
Setiap individu anggota masyarakat merasa aman dan tenteram atas kehormatan dan harga dirinya. Kejahatan zina merupakan perbuatan dosa besar yang diancam hukuman berat. Jika pelakunya seorang muhshon (orang yang pernah menikah) maka vonis yang diakan dijatuhkan adalah hukuman rajam. Dia dilempari batu hingga tewas.

Anggota masyarakat akan merasa tenang dan aman dari gangguan mulut usil atau fitnah atas kehormatan dan kemuliaan harga diri atau reputasinya. Fitnah qozaf (menuduh seseorang berbuat zina) diancam hukuman berat yaitu dicambuk sebanyak delapan puluh kali dihadapan khalayak ramai. Karena itu, tidak akan ada orang yang berani menyentuh harga dirinya meskipun hanya dengan kalimat kotor atau fitnah.

Individu masyarakat ini juga akan merasa aman atas harta bendanya dari gangguan orang. Kejahatan pencurian adalah perbuatan dosa besar. Siapa saja yang mencuri hartanya sebesar seperempat dirham saja akan dikenakan ancaman potong tangan. Ia juga akan merasa aman atas hartanya dari kehancuran dan keludesan dengan cara-cara yang diharamkan. Perbuatan riba adalah haram, dan melakukan penimbunan bahan pokok adalah terlarang. Menipu dan curang dalam jual beli juga haram, sedangkan perbuatan perjudian adalah perbuatan najis yang diwariskan dari perbuatan setan.

Anggota masyarakat binaan aqidah Islamiyah akan merasa aman terhadap diri dan jiwanya. Jika ada tangan yang hendak mencoba-coba melukai atau merenggut jiwanya atau menumpahkan darahnya maka tangan itu tidak akan lama gentanyangan di muka bumi. Masyarakat ini berpegang teguh kepada kaidah; ‘Jiwa dibalas jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishosnya..’ (al-Maidah 45).

Individu masyarakat akan aman dan tenteram terhadap dirinya, hartanya, dan kehormatannya dari kejahatan penguasa. Penguasa dan rakyat sama-sama terikat mematuhi hukum syara’ dan tidak ada yang boleh lari dari ketentuan hukum Allah.
  1. Masyarakat yang Saling Mencinta dan Kasih Sayang.
Anggota masyarakat laksana satu tubuh. Apabila salah satu anggota merasa sakit maka akan sakitlah seluruh tubuh. Suatu tipe masyarakat yang apabila seorang wanita lemah di Amuriyah berteriak minta tolong maka khalifah yang berada di Baghdad akan segera bangkit dan bergerak dengan semua bala tentaranya untuk menolong perempuan tersebut.
Umar bin Khattab ra pernah memberi komentar tentang masyarakat seperti ini. Katanya, seandainya aku maju mendekati pedang yang akan memotong leherku karena bukan perbuatan maksiat maka lebih baik bagiku daripada aku melakukan persekongkolan buruk atas orang-orang yang di dalamnya ada orang semacam Abu Bakar As Shiddiq.
Suatu masyarakat yang di dalamnya ada Imam Syafi’ie. Beliau berkata tentang Imam Ahmad bin Hanbal dalam syairnya; ‘ Mereka berkata Ahmad menziarahimu dan (katamu) engkau yang berziarah padanya.” Kataku, “Akhlak mulia tidak akan terlepas dari tempatnya. Jika ia ziarah padaku, itu karena ia seorang yang mulia. Jika aku berziarah padanya, itu satu kemuliaan baginya, maka semua fadilah kemuliaan itu kembali kepadanya.”

Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang Imam Syafi’ie, “Syafi’ie laksana matahari bagi dunia dan bagaikan ‘afiat bagi tubuh, lalu apakah ada sesuatu yang lebih berharga daripada keduanya.” Dalam kesempatan lain Imam Ahmad berkata, “Aku senantiasa mendoakan Syafi’ie dan memintakan ampunan baginya sebelum tidurku tigapuluh tahun.”
Imam Syafi’ie memberi komentar tentang Imam Hanafi. Katanya,  “Seluruh orang mengikuti jejak-jejak Imam Hanafi dalam masalah-masalah fiqhiyyah.”

Masyarakat ini adalah symbol suatu ikatan sosial yang jernih dan bersih. Tidak ada setitik buih kepincangan yang tampak di permukaannya atau secuil sampah dan kotoran yang dapat mengganggu kejernihanya. Suatu tipe masyarakat yang tidak pernah terjadi pengaduan ke pengadilan meski sekali dalam satu tahun dibawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar As Shiddiq.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah juga akan kaya dan tenteram. Yahya bin Mu’in ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan shodaqah dari Afrika atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian ia mengeluarkan pengumuman untuk para mustahiqqin (yang berhak menerima zakat). Namun hampir sebulan lamanya ia menunggu tidak ada orang yang datang meminta bagian zakat tersebut. Maka khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memerintahkan Yahya untuk membeli dan memerdekakan budak dengan uang hasil pungutan zakat.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah suatu masyarakat yang kukuh, rapat dan teratur. Tidak ada celah atau lubang yang dapat dimasuki oleh unsur-unsur asing yang mencoba melakukan kerusakan dan rongrongan dari dalam.

Seorang raja dari Gossan telah mencoba merayu sahabat Ka’ab bin Malik yang sedang mengalami problema seperti yang diceritakan Al-Qur’an: “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah menjadi sempit (terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari siksa Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At Taubah 118).

Diriwayatkan dari Al Bukhari dari Ka’ab bin Malik. Katanya, Nabi saw melarang semua orang untuk berbicara kepadaku dan pada kedua sahabatku yang lainnya. Ka’ab bin Malik menceritakan kejadian tersebut. Katanya, “Ketika aku sedang berjalan seorang diri di salah satu pasar di Madinah, tiba-tiba aku melihat pedagang makanan yang datang dari negeri Syam. Lantas ia berkata; “Siapa yang dapat menunjuki aku kepada Ka’ab?” Orang-orang yang berada di sekitarnya memberi isyarat ke arahku. Lalu orang tersebut mendekat kepadaku dan menyerahkan selembar kertas surat dari Raja Gossan. Surat tersebut kubaca isinya. Inilah bunyi surat tersebut: “Dengan hormat. Kami sudah mendengar sahabatmu (Nabi saw) memutuskan hubungan denganmu, padahal engkau diciptakan di dunia ini bukan untuk dikucilkan dan dihinakan. Oleh karena itu marilah engkau bergabung bersama kami. Kami bersedia menolongmu.”

Setelah surat itu selesai kubaca, lantas aku berkata dihadapan orang itu, “Ini juga merupakan bagian dari musibah yang menimpaku. Lalu kuremas surat itu dan kubakar.”

Memang masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah suatu masyarakat yang unik dan aneh. Seorang raja dari kabilah Gossan tidak mampu menarik seorang individu dari salah seorang masyarakat ini padahal waktu itu dia sedang dikucilkan dan dijauhi. Terasa bumi bagaikan enggan dipijak olehnya dan terasa sangat sempit. Ditambah lagi semua orang terlihat sinis dan menjauh. Seorang individu yang berada dalam posisi seperti inipun tidak mampu ditarik dan dikeluarkan dari ikatan kokoh masyarakat Islam.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah tipe masyarakat yang individunya berada dalam satu jantung hati dan satu jiwa. Mereka duduk dengan khidmat mengelilingi pemimpinnya. Mereka siap dan patuh menerima perintah. Mereka maju dan bergerak menerima isyarat pemimpin dan bersedia  berkorban demi kemuliaan. Mereka semua patuh dan setia dengan perintah pemimpin sehingga ketika mereka mendengar larangan dari Rasulullah saw agar tidak berbicara dengan Ka’ab dan kedua temannya maka mereka serempak tidak ada lagi yang berkomunikasi dengan ketiga orang tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat atau menjawab salam. 

(Dr. Abdullah Azzam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar