Senin, 31 Mei 2010

ISLAM AGAMA ANDALAN UMAT MANUSIA


Majalah Hilal Ahmar EDISI 35/VI/ MEI 2010
SEPOTONG KATA
ISLAM AGAMA ANDALAN UMAT MANUSIA
      Banyak tanda yang menunjukkan dan harapan yang dipanjatkan bahwa Islam merupakan calon tunggal yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kehancurannya yang pasti dewasa ini. Islam diharapkan mampu membebaskan umat manusia dari perangkap kesengsaraan yang tidak berujung pangkal.
      Dewasa ini umat manusia hampir berputus asa karena derita dan sengsara yang dialaminya, akibat ulah jahiliyah mereka sendiri. Manusia telah tersesat jauh ke dalam dasar kegelisahan dan ketidakpastian. Mereka tidak tahu lagi kemana dan dimana ketenangan qalbu serta ketenteraman jiwa bisa diperoleh.
      Orang yang tajam indera penglihatannya sudah mulai gelisah dan ngeri dengan akibat yang mengancam hidup umat manusia di muka bumi ini. Mereka sudah mulai sadar bahwa hanya dengan berpegang teguh pada Islamlah sebagai satu-satunya agama yang sudah dinyatakan sebagai agama yang diridhai Allah Ta’ala, umat manusia dapat diselamatkan di dunia dan di akhirat.
      Kaum muslimin pun kini sudah mulai menyadari, bahkan meyakini bahwa agamanya sudah mulai terlihat datang dari jauh hendak membimbing umat manusia yang sedang menderita kesengsaraan, baik manusia yang ada di Timur maupun di Barat.
      Keyakinan ini sudah tentu mempunyai alasan yang kuat dan akurat, sehingga dengan mantap kami bisa  mengatakan dengan tegas bahwa hari depan dunia berada di tangan Islam.

      Alasan-alasan kuat yang melandasi keyakinan kami itu adalah:

   1. Islam adalah satu-satunya agama yang sesuai dan serasi dengan fitrah manusia.
   2. Semakin terlihat jelas kecenderungan runtuhnya peradaban Barat.
   3. Banyaknya berita gembira yang dikabarkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dapat dilihat dalam nash-nash Al Qur’an dan Al Hadits.
   4. Berita gembira yang sudah mulai terlihat jelas dimana-mana, yakni kembalinya manusia kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

      Alasan –alasan itulah yangmenjadi sebab musabab yang meyakinkan kami bahwa dengan ijin Allah, Islam akan segera menjadi penyelamat seluruh manusia dari kehancuran yang pasti.
      Umat manusia adalah makhluk yang hidup dalam genggaman Allah Ta’ala, dan Islam ibarat ruh yang dikirim Al Khaliq (Allah) sebagai penyalur rahmat dan hidayah-Nya. Di dalam Al Qur’an Allah sudah menjelaskan bahwa kebahagiaan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak tergantung pada keteguhannya memegang ajaran-Nya. Maklumat ini diumumkan segera setelah insan pertama meninggalkan tangga surga turun ke bumi.
      “Allah berfirman: “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari pada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaaha 123-124).
      Sudah menjadi rahasia umum , orang-orang yang paling  tepat dan benar mengeluarkan daftar petunjuk  suatu barang adalah produsen. Dialah yang paling tahu bagaimana cara menggunakan dan memelihara barang itu. Barang-barang yang diproduksi oleh suatu pabrik tertentu tidak boleh digunakan atau dioperasikan seenaknya dan bertentangan dengan petunjuk tenaga ahli pabrik tersebut. Apalagi dengan Allah Ta’ala sebagai Pencipta manusia. Sudah tentu hanya Allah –lah yang Maha Mengetahui bagaimana cara membahagiakan manusia sebagai makhluk–Nya. Untuk itulah Allah mengutus rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya melalui wahyu-Nya.
      Para rasul diutus Allah untuk mencapai tujuan-Nya tersebut. Karena itulah mereka berusaha keras menyelamatkan manusia dari tipu daya setan agar manusia mau mengikuti petunjuk Khaliqnya. Kalau manusia tidak mau mengikuti seruan para rasul itu, maka dia tidak akan dapat menikmati rahmat dan hidayah Khaliqnya. Dia juga tidak akan dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
      Manusia terdiri dari jasad dan ruh. Manusia tidak akan bisa berjalan normal kecuali di atas kedua unsur tersebut. Mengabaikan salah satu unsur saja, apalagi menghancurkannya maka itu sama saja dengan menghancurkan manusianya sendiri. Dari pengabaian dan penghancuran salah satu unsur itulah (ruh) dimulainya kehancuran peradaban-peradaban materialisme (jasadiyah). Hal ini berawal dari hancurnya peradaban di Athena dan Roma, lalu peradaban Parsi, dan berakhir hingga ke peradaban Eropa Modern. Gereja pun hancur berkeping-keping. Semua ini terjadi karena gereja berbenturan keras dengan fitrah manusia. Gereja hanya mau menggunakan satu unsur saja, yaitu ruh, sehingga roda kemanusiaan tidak bisa berjalan normal. Begitu pula halnya dengan paham Budhisme dan Hinduisme.
      Jasad manusia bisa diurai, dan diperiksa. Berbagai peralatan canggih sudah bisa meneliti jasad manusia, baik melalui ilmu anatomi dalam ilmu Kedokteran.
      Sedangkan ruh, tidak bisa ditundukkan oleh ilmu manusia. Ia tidak bisa diukur dengan timbangan, dengan meteran atau dengan alat ukur paling canggih sekalipun. Dengan demikian manusia tidak akan mampu membimbing ruhnya sendiri ke tempat-tempat yang membahagiakannya di dunia dan di akhirat tanpa petunjuk dari Allah Ta’ala.
      “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al Israa’ 85).
      Karena itulah, semua usaha manusia untuk membahagiakan ruhnya yang sengsara akan gagal total apabila tidak mengindahkan petunjuk Khaliqnya. Berurusan dengan ruh tanpa petunjuk dari Allah Ta’ala seperti seorang berbicara dengan menggunakan bahasa Arab yang fasih kepada seorang Cina yang sudah tua, yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab. Tentu tidak ada gunanya dan sia-sia belaka.
      Ruh tidak  akan berbahagia bila tidak diberi ‘makan’. Dia tidak akan merasa puas bila tidak diberi dan diisi ajaran Rabbnya, bila tidak dipakai untuk beribadah kepada-Nya serta bila dibiarkan lalai dan ‘menganggur’ dari mengingat-Nya.

      Karena itulah, di dalam firman-Nya Allah menjelaskan kepada kita bagaimana cirri-ciri hati yang senantiasa bertaut pada kedamaian dan ketenteraman.
      “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar Ra’d 28).
      Manusia yang paling kaya di muka bumi  ini sekalipun apabila perutnya lapar, belum diisi makanan dan minuman apapun, maka perutnya akan merintih kesakitan. Pada saat tidak ada gunanya timbunan emas berlian atau puja dan puji dari masyarakat, rumah megah, dan mobil yang mewah, bila semua itu tidak bisa mengisi dan mengenyangkan perutnya yang sakit karena lapar. Pada saat itu hanya  satu yang dibutuhkannya, yaitu makanan dan minuman untuk menghilangkan rasa sakit yang melilit di perutnya. Ya, ajaran Rabbnya mengajarkan bahwa perut hanya bisa dikenyangkan dan dipuaskan dengan makanan dan minuman.
      Begitu pula halnya dengan ruh yang lapar. Dia tidak bisa ‘dikenyangkan’ dengan seluruh materi yang ada di dunia ini, karena ajaran Rabbnya mengajarkan bahwa dia hanya bisa ‘dikenyangkan’ dengan beribadat dan berdzikir kepada Allah Ta’ala.
      Sebenarnya rahasia kebahagiaan jiwa yang dijamin oleh ajaran Illahi untuk umat manusia tidak terbilang banyaknya.
      “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al Fath 4).
      Perhatikanlah dalam-dalam firman Allah di atas. Ayat di atas menyiratkan, seakan-akan ketenangan adalah salah satu tentara Allah yang diperintah untuk memakmurkan hati kaum mukmin agar mereka merasa berbahagia. Karena itulah, qalbu seorang mukmin yang senantiasa lapang dan ikhlas menerima segala ujian, qodha dan qadar dari Allah Ta’ala selalu merasa tenang, tidak gelisah, apalagi sengsara. Semua yang menimpa dirinya diterima dengan rela hati, bila mendapatkan kebahagiaan, kemudahan, dan keberuntungan, dia bersyukur, dan apabila mendapatkan kesengsaraan, kesulitan, dan ujian, dia bersabar.
      Tatkala dipenjara oleh musuh-musuhnya, Ibnu Taimiyah berkata dengan gagah, berwibawa dan tenang. Katanya,”Apa yang bisa dilakukan oleh musuh-musuhku terhadap diriku? Tidak, mereka tidak bisa berbuat apa-apa kepadaku, karena surgaku ada di dalam dadaku, dan sekejap pun tidak pernah meninggalkanku. Kalau mereka membunuhku, maka kematianku adalah syahid. Kalau mereka mengasingkanku maka aku menganggap pengasingan itu sebagai tamasya, dan kalau mereka memenjarakanku, maka kuanggap itu sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Ta’ala.”
      Selanjutnya Ibnu Taimiyah berkata,”Sebenarnya di dunia ini ada sebuah surga. Siapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan bisa memasuki surga di akhirat kelak. Surga dan rahasia kebahagiaan itu ada di dalam qalbu. Ia tidak datang dari penguasa yang membencinya, atau dari orang yang mencemoohnya. Sesungguhnya yang dikatakan tahanan adalah orang yang menahan qalbunya dari Rabbnya, dan tawanan adalah orang yang menjadi tawanan hawa nafsunya.” (Nasihat Dr. Abdullah Azzam, dalam buku Masa Depan Islam, Gema Insani Press, Jakarta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar