Majalah Hilal Ahmar EDISI 41/VI/ DESEMBER 2010 |
SEPOTONG KATA |
WASIAT-WASIAT
RASULULLAH SAW
RASULULLAH SAW
Dien Islam yang lurus ini unggul dengan ciri khas istimewa yang telah Allah satukan di dalamnya berupa kekuatan aqidah serta kekokohan iman dan syariat dalam seluruh aspek kehidupan.
Islam juga unggul dengan aspek taujih (pengarahan) dan khususnya lagi masalah wasiat karena Islam sangat memahami urgensi wasiat serta pengaruhnya dalam pendidikan dan tingkah laku. Sebab itu, wasiat Rasulullah saw itu pun datang secara sempurna serta meliputi segenap aspek kehidupan, baik ibadah, muamalah maupun akhlak.
Seorang muslim hendaknya berpegang teguh dengan wasiat Rasulullah saw, beramal dengannya, serta menjadikannya sebagai penerang. Karena, wasiat tersebut merupakan arahan dari pemimpinnya para Rasul sekaligus kekasih Rabb semesta alam yang tidak mengucapkan sesuatu menurut hawa nafsunya.
Wasiat adalah perjanjian yang dibebankan atas manusia dalam ruang lingkup nasihat serta petunjuk dan motivasi terhadap hal-hal mulia, akhlak baik, perbuatan yang baik, dan menjauhi kejelekan.
Barangsiapa memperhatikan hadits Nabi yang mulia dan memeriksa secara teliti mengenai buku-buku mengenai hal itu, ia akan mendapati Rasulullah saw ialah orang yang pertama kali berwasiat kepada umatnya dengan wasiat-wasiat mulia. Wasiat-wasiat Nabi mencakup seluruh aspek kehidupan, aqidah, adab, dan akhlak. Beliau tak meninggalkan satu masalah pun dari berbagai masalah yang ada, melainkan beliau wasiatkan kepada umatnya.
Wasiat Rasulullah Saw
untuk Abu Hurairah
untuk Abu Hurairah
Pada suatu saat waktu Dhuha, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Hurairah, “Aku wasiatkan kepadamu wahai Abu Hurairah empat perkara , jangan sekali-kali engkau tinggalkan, selagi engkau masih hidup; hendaknya engkau mandi pada hari Jumat, bersegera menuju shalat Jumat, jangan berbuat sia-sia, dan jangan bersenda gurau.”
Aku wasiatkan engkau juga untuk berpuasa (shaum) tiga hari pada setiap bulannya, yakni; hari ketiga belas, kempat belas, dan kelima belas (hijriyah), yang dinamakan dengan Ayyamul Bidh. Sebab, ia ibarat shaum sepanjang tahun.
Aku wasitkan juga kepadamu untuk mengerjakan witir sebelum tidur dan mengerjakan dua rekaat fajar, jangan pernah engkau tinggalkan keduanya. Serta jika engkau shalat malam hari semalam suntuk, maka di dalamnya terdapat keutamaan. (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya, dari Abu Hurairah).
Wahai Abu Hurairah! Ucapkanlah, “Subhanallah (Maha Suci Allah), Alhamdu lillah (Segala Puji bagi Allah), La ilaha illallah (tiada ilah yang haq selain Allah), dan Allahu Akbar (Allah Maha Besar), maka sesungguhnya itu semua adalah amalan-amalan yang kekal lagi shaleh.
Ada tiga perkara yang seandainya manusia mengetahui kebaikannya, sementara untuk meraihnya mereka harus mengundi, niscaya mereka akan melakukannya demi untuk meraihnya. Ketiga perkara itu adalah; mengumandangkan adzan pada waktu-waktu shalat, bergegas untuk shalat jama’ah, dan shalat pada shaf pertama.” (HR. Ibnu Majah)
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
“Siapa yang mau mengambil dariku kalimat-kalimat (nasihat) ini, lalu mengamalkannya atau mengajarkan kepada orang-orang yang mau mengamalkannya?” Lalu AbuHurairah berkata,”Saya, wahai Rasulullah saw! Lalu beliau saw memegang tanganku dan menyebutkan lima hal seraya bersabda,”Berhati-hatilah terhadap hal-hal yang haram, niscaya engkau menjadi hamba Allah yang paling baik; ridhalah terhadap apa yang diberikan Allah kepadamu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya; berbuat baiklah terhadap tetanggamu, niscaya engkau menjadi mukmin yang sempurna; cintailah orang lain apa yang engkau cintai untuk dirimu, niscaya engkau menjadi muslim yang sempurna, serta janganlah banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu dapat mematikan qalbu.” (HR. Tirmidzi)
Marilah kita jadikan pelajaran lima wasiat ini sehingga menjadi pelita kehidupan di tengah-tengah kaum muslimin. Kelima wasiat tersebut :
Bertakwalah kepada Allah, niscaya Kita
menjadi hamba Allah yang paling baik
menjadi hamba Allah yang paling baik
Melanggar apa-apa yang diharamkan Allah bisa menghapuskan amalan, disingkapnya penutup (aib), menghapuskan kebaikan, dan mengalirkan kejelekan.
Dari Tsauban ra, dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda,”Akan aku beritahukan tentang suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan kebaikan laksana putihnya gunung Tihamah, lalu Allah menjadikan amalan tersebut bagaikan debu yang beterbangan.” Tsauban berkata,”Wahai Rasulullah saw, terangkanlah tentang mereka kepada kami serta jelaskanlah kepada kami, agar kami tidak termasuk dari mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.” Nabi saw menjawab,”Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka adalah saudara kalian, dari bangsa kalian, serta mereka menggunakan malam hari untuk beribadah sebagaimana kalian. Namun, mereka adalah suatu kaum yang jika mereka kembali kepada larangan-larangan Allah, mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah).
Wajib bagi kita tidak menceburkan diri ke dalam larangan-larangan. Karena, melanggar larangan-larangan Allah merupakan sebab dari segala bencana. Sehingga, suatu bencana tidak akan turun, melainkan karena suatu dosa.
Wahai orang yang selalu berdosa, tidakkah engkau malu?
Padahal dalam kesendirianmu, Allah-lah yang kedua
Engkau tertipu dengan ditangguhkannya perbuatan dosamu
Juga dengan ditutupnya kejelekan-kejelekanmu
Kita wajib bertakwa dan menjalankan wasit yang pertama ini. Jika kita bertakwa dengan takwa yang sebenar-benarnya serta mendekat kepada Allah dengan sedekat-dekatnya, niscaya kita menjadi hamba Allah yang paling baik. Lihatlah amalan kita dan bertaubatlah kepada Rabb kita. Selain itu, perbaikilah muamalah kepada-Nya dan perbaikilah perjalanan menuju-Nya.
Hukuman-hukuman yang turun kepada kita sebagai umat Islam, cobaan dan kerusakan yang menimpa kita baik dari sisi materi yang terjadi pada jiwa seperti pembunuhan, luka-luka serta perampokan, atau cobaan dari sisi agama (dien) seperti menyebarnya syubhat di atas qalbu (hati) manusia ialah dikarenakan syahwat yang memalingkan manusia dari menjadi umat Nabi Muhammad saw.
Manusia wajib melakukan sebab. Kewajiban tangan ialah beramal, sedangkan kewajiban qalbu (hati) ialah bertawakal. Kita harus yakin, tak akan turun setetes air pun dari langit atau tak akan tumbuh satu bunga pun di atas bumi, melainkan dengan izin Allah SWT. Setiap jiwa tak akan mati, kecuali setelah disempurnakan seluruh rezkinya. Ketahuilah pula, apa yang ada di sisi Allah tak akan bisa didapatkan dengan bermaksiat kepada-Nya.
Kita harus tahu, diantara manusia ada yang tidak menjadi baik, kecuali dengan kemiskinan. Jika Allah membuatnya kaya, dirinya justru akan rusak. Ia akan mengerjakan dosa-dosa besar dan mempergunakan kesempatan yang ada untuk bermaksiat. Akan tetapi, diantara mereka ada pula yang tidak menjadi baik, kecuali dengan kekayaan. Jika Allah membuatnya miskin, dirinya justru akan rusak dan keimanannya akan goyah.
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura : 27).
Berbuat Baiklah terhadap Tetanggamu, niscaya engkau menjadi mukmin yang sempurna
Apa yang telah kita ketahui mengenai hak tetangga? Marilah kita perhatikan hadits Nabi saw tentang tetangga dan hak-hak mereka. Dari Ibnu Umar dan Aisyah, keduanya berkata, “Rasulullah saw bersabda,”Jibril senantiasa berpesan kepadaku tentang (hidup) bertetangga. Sehingga aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi tetangganya.” (HR. Bukhari).
Dari Abu Syuraih Al-Khaza’i ra, bahwasanya Nabi saw bersabda,”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berbuat baik kepada tetanggannya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam Al-Ihya’, Imam Al-Ghazali berkata,”Ringkasan hak tetangga ialah, memulai salam dan tidak memperpanjang pembicaraan dengannya, tidak memperbanyak pertanyaan, menjenguknya ketika sakit, menghiburnya ketika tertimpa musibah, menjalankan tugas sebagai pelipur lara, memberikan ucapan selamat atas kebahagiannya, menampakkan keikutsertaannya dalam kebahagiaan bersamanya, memaafkan kesalahan-kesalahannya, tidak mencari-cari aibnya, serta tidak mengganggunya dengan meletakkan batang pohon di atas dindingnya, menyiramkan air di dalam saluran airnya, membuang tanah di pekarangannya, dan tidak mengganggu jalan menuju rumahnya. Selain itu, hak lainnya ialah tidak melihat terus menerus apa yang ia bawa ke rumahnya, menutupi aibnya yang terbuka, menyegarkan kembali kesadarannya jika ia tertimpa sesuatu yang tidak pantas, tidak lengah menjaga rumahnya ketika ia tidak ada, tidak mendengarkan celaan atasnya, menundukkan pandangan dari dari pekerjaannya dan tidak selalu melihat pelayannya, berlemah lembut dengan anaknya dalam ucapan serta menunjukkannya kepada urusan-urusan dien (agama) dan dunia yang tidak ia ketahui.”
Cintailah Orang Lain Apa yang Kita Cintai untuk diri kita, niscaya kita menjadi Muslim yang sempurna
Wasiat ini adalah wasiat penting dari Rasulullah saw karena didalamnya terdapat sikap saling menyayangi dan mengasihi antara kaum muslimin. Di dalam Shahihain, Rasulullah saw bersabda :
“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.”
Rasulullah saw juga bersabda : “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta mencintai, kasih mengasihi dan sayang menyayangi adalah laksana satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (begadang) dan merasakan sakit demam.” (HR. Bukhari).
Hak persaudaraan antara lain ialah hendaknya saudara muslim kita merasakan bahwa kita ialah saudaranya yang menjadi penolong baginya, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Kekuatan kaum mukminin itu terletak pada saling bantu membantu dan tolong menolong.
Rasulullah saw bersabda : “Seorang mukmin bagi orang mukmin lain itu bagaikan bangunan. Yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lainnya.” (HR. Bukhari)
Janganlah banyak Tertawa, sebab banyak tertawa itu akan mematikan qalbu
Ada perbedaan besar antara bermanis muka dan bermuka masam, antara selalu tersenyum dan banyak tertawa, dan antara tertawa dan banyak tertawa. Tertawa itu sendiri tidak tercela, tetapi yang diperingatkan Rasulullah saw ialah banyak tertawa.
Dahulu, sahabat Rasulullah saw juga tertawa, namun keimanan di dalam qalbu mereka lebih kokoh daripada gunung-gunung yang kokoh.
Dari Jabir bin Samurah ra, ia berkata,”Rasulullah saw tidak berdiri dari tempat beliau mengerjakan shalat subuh sehingga terbit matahari. Maka, apabila matahari telah terbit beliau pun berdiri. Sedangkan para sahabat saling berbicara dan mulai berbicara tentang urusan pada zaman jahiliyah, lalu mereka tertawa. Adapun Rasulullah saw hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim)
Beginilah contoh tertawanya Nabi saw. Dari Abu Dzar ra, ia berkata,”Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya aku benar-benar tahu tentang orang yang paling pertama masuk ke dalam surga dan orang yang paling akhir keluar dari neraka; pada hari kiamat kelak seorang laki-laki akan didatangkan. Kemudian dikatakan, “Tunjukkanlah dosa-dosa kecil (orang ini) kepadanya dan disembunyikan darinya dosa-dosa besarnya.” Lalu dikatakan kepadanya,”Pada hari ini engkau telah berbuat ini, ini dan ini?” Ia mengakui dan tidak mengingkarinya, namun ia takut dari (ditunjukkannya) dosa-dosa besarnya. Lalu dikatakan,”Berilah ganti setiap kejelekannya dengan kebaikan!” Maka laki-laki itu berkata,”Sesungguhnya aku mempunyai dosa, namun aku tidak melihatnya di sini.” Abu Dzar ra berkata,” Sungguh aku telah melihat Rasulullah saw tertawa hingga nampak gigi gerahamnya.” (HR. Muslim).
Wasiat Rasulullah Saw
kepada Imran bin Hushain
kepada Imran bin Hushain
Wahai Imran, sesungguhnya Allah mencintai infak dan membenci kecongkakan. Berinfaklah dan berilah makan. Janganlah engkau berteriak keras, maka akan menjadi sulit atasmu permintaan. Ketahuilah, Allah mencintai pandangan yang jeli pada hal-hal yang syubhat dan akal yang sempurna ketika menghadapi syahwat, serta mencintai kemurahan hati, walau hanya dengan beberapa kurma, dan mencintai keberanian walau hanya dengan membunuh seekor ular ataupun kalajengking. (HR. Ibnu Asakir).
Referensi : Wasiat Rasulullah saw buat Lelaki, Muhammad Khalil Itani, Aqwam, Solo, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar