Sehat Utama | Edisi 57/viii/mei/2012
MUKTAMAR DI LEMBAH AGHWAR
Selasa, 27 Maret 2012
Terbang dari Solo diantar tim Hilal Ahmar Solo, kami mendarat selamat di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Langsung menuju base-camp HASI di Bekasi. Setelah Zuhur, kami berangkat ke kantor MER-C untuk berkoordinasi dan mengupdate kabar dari lapangan. Tim adventure MER-C sudah berangkat beberapa hari yang lalu. Sedangkan dr. Jose bersama Munarman sudah berangkat kemarin (Senin, 26 Maret 2012).
Di MER-C kami juga mengup-date perlengkapan yang
harus dibawa. Sarimi jadi senjata utama logistik. Meski demikian, tim
AWG (Aqsha Work Group) yang juga berangkat kemarin sudah membawa
berkarung-karung beras. Sampai petugas bandara Soetta sempat berseloroh,
“Mau jualan beras, ya Bu?” Di MER-C kami mengambil seragam resmi GMJ
(terdiri dari T-Shirt lengan panjang dan sebuah jaket serta topi).
Sekitar pukul 19.00 WIB kami bertolak ke Cengkareng.
Jadwal flight pukul 00.30 dinihari. Sampai di Cengkareng. Di gerbang
keberangkatan, kami bertemu dengan rombongan ASPAC (Asia Pasific
Community Conference For Palestine). Jumlahnya sekitar 30 orang. Jaket
GMJ yang kami kenakan membuat mereka pun tahu bahwa kami rombongan GMJ.
Hanya berbeda di organisasi (NGO) dan jalur keberangkatan. Tepat 00.30
WIB kami terbang meninggalkan tanah air.
Rabu, 28 Maret 2012
Sekitar pukul 06.00 waktu setempat, kami mendarat
di Doha, Qatar. Penerbangan lanjutan ke Amman, Jordan dijadwalkan pukul
13.00 waktu setempat. Selama 6-7 jam menunggu penerbangan lanjutan,
kami menghabiskan waktu di mushala bandara. Mengecek berbagai
perlengkapan, terutama baterai alat komunikasi. Tepat pukul 13.00 waktu
Doha, pesawat Qatar Airways membawa kami ke Amman. Sebelum berangkat,
kami sudah mengontak tim MER-C yang berada di Amman. “Baik, kami sudah
siapkan penjemputan di bandara Amman,” kata Bang Aziz, tim adventure
MER-C yang berada di Amman.
Kurang lebih pukul 15.30 waktu Amman, kami mendarat
di Queen Alia International Airport. Memasuki gedung bandara, hampir
menuju ruang visa, seseorang menyambut kami. “Pak Ali, dari Indonesia?
Saya Ramon dari KBRI,” sapanya. Wah, sambutan MER-C memang luar biasa.
Dengan memakai orang KBRI mereka bisa menyambut kami sebelum pintu
imigrasi.
Munarman dideportasi
Yordan adalah salah satu negara yang berbatasan
langsung dengan Israel. Hubungan keduanya cukup erat, hampir tak pernah
ada konflik. Itu yang membuat ada dinamika perasaan tersendiri saat
menjelang bilik visa dan imigrasi. Namun, kedatangan Ramon membuat kami
sedikit lega. Setiap pertanyaan yang ditujukan petugas kepada kami,
selalu dijawab oleh Ramon. 15 tahun bertugas di KBRI membuat Ramon yang
warga negara Philipina itu cukup dikenal petugas imigrasi. Sempat
seorang petugas menegur karena tidak berada di garis antrean
sebagaimana kami. Namun, setelah memberitahu statusnya, petugas pun
tersenyum. “Lain kali pakai ID-Card resmi dari KBRI,” pesan petugas
tersebut ramah kepada Ramon.
Keluar dari bandara, Bang Azis menyambut kami.
Sambil memasuki ruang parkir, ia bercerita, sehari sebelum kedatangan
kami, Munarman dan dr. Jose datang. Dr. Jose lolos, Munarman ditolak.
Tak jelas apa alasannya. Meski ngotot, toh akhirnya Munarman tetap
ditolak. Dia pun pulang kembali ke Jakarta. Dideportasi! Ketika didesak,
pihak imigrasi hanya mengatakan, “Its not from our side.” Side,
menurut dr. Jose menunjukkan ada dua belah sisi. Sisi Amman dan sisi
Jakarta. Kalau penolakan Munarman bukan dari sisi (intelijen) Amman,
berarti dari (intelijen) sisi satunya.
Mercy berplat CD (Corps Diplomatic) yang membawa
kami terus menyusur jalan-jalan kota Amman. Akhirnya kami tiba di
apartemen yang disewa MER-C. Sebuah apartemen milik warga keturunan
Palestina yang pembangunannya belum 100% selesai. Lokasinya berada di
Mantiqah Shafa Badran, Hay Dzuhaibah, Mustafa Al-Tahare’ Al-Adwan St.
Agak jauh dari pusat kota Amman. Suasananya cukup lengang, berdiri di
antara apartemen-apartemen lain di sekelilingnya.
Kami menempat lantai tiga bersama dengan tim MER-C
yang terdiri dari dr. Jose, Arman dan tiga orang staf putri lainnya.
Juga ada Ust. Hafidz dari DDII. Dr Jose menyambut kami. Bersama tim
MER-C, kami juga memantau perkembangan tim GMJ darat yang saat itu
sedang tertahan di pelabuhan Lebanon. Pihak imigrasi Lebanon tidak
memberi ijin rombongan GMJ yang terdiri dari berbagai negara itu,
termasuk dari Indonesia. Tim Indonesia yang tertahan di kapal tersebut
terdiri dari tim MER-C (5 orang), dua wartawan (masing-masing dari
TV-One dan Metro TV), AWG (16 orang) dan VoP (3 orang).
Dalam perkembangan kabar yang diterima malam itu, atas lobi KBRI Lebanon tim GMJ Indonesia berhasil turun dari kapal. Namun, KBRI sangat menekankan agar semua tim Indonesia langsung terbang ke Amman dan jangan sekali-kali mengadakan acara GMJ di Lebanon. Bila dilanggar, pihak KBRI akan berlepas tangan. Semua tim Indonesia malam itu langsung terbang ke Amman, kecuali tim VoP. Mereka bersikeras akan menggelar GMJ di perbatasan Lebanon-Israel. Ruang tamu berukuran 7 x 4 m itu pun berubah menjadi situation room yang memantau perkembangan tim dari detik ke detik.
Malam pun beranjak larut ketika kami hendak beranjak
tidur. Sebenarnya teman-teman MER-C masih ngobrol di ruang tamu. Tapi
kelelahan (plus ketegangan) membuat kami berinisiatif istrihat lebih
dahulu. Malam itu, di blok yang kami tempati dihuni oleh kami (HASI),
MER-C dan dua orang ibu asal VoP tadi yang sama-sama sedikit tersandung
masalah di imigrasi bandara.
Sayup-sayup di antara bangun dan mimpi, masih terdengar suara gaduh dari situation room.Namun
dingin cukup menggigit kami untuk bangun dan bergabung dalam riuhnya
suasana. Sampai akhirnya saat Subuh berkumandang, kami baru tahu kalau
teman-teman dari Lebanon dini hari telah sampai di apartemen. Mereka
langsung “ditanggap” dr. Jose, sehingga terjadilah pembicaraan yang
riuh-rendah. Ya, suka-duka relawan…
Kamis, 29 Maret 2012
Menurut mahasiswa Indonesia yang ada di Amman,
indikator baik-buruknya masyarakat Yordan itu sederhana. Apakah orang
tersebut termasuk ahli masjid atau bukan. Kalau ahli masjid, hampir
dapat dipastikan orang baik. Selebihnya, masih menurut mahasiswa tadi,
masyarakat Yordan terkenal angkuh. Agaknya statement tersebut ada
benarnya.
Mengetahui ada serombongan orang asing yang rutin
shalat jamaah di masjid, beberapa orang jamaah mengajak kenalan.
Sambutan mereka begitu hangat ketika tahu kami datang dari Indonesia
untuk sebuah misi pembebasan Al-Quds. Sontak salah seorang dari mereka
berdiri menarik iuran dari jamaah lain. Selanjutnya ia berpesan, “Nanti
kalian tidak usah masak atau jajan sarapan. Biar kami yang kirim.”
Akhirnya pagi itu tim dapur diperintah untuk menahan logistik.
Kira-kira menunggu 30 menit dari jadwal sarapan
sebagaimana biasanya, akhirnya dua orang dari jamaah masjid tadi
datang. Mereka membawa berbagai makanan; telur, daging, khubuz dan aneka
macam jus untuk sarapan. Pokoknya, ruang makan itu penuh dengan aneka
macam hidangan khas Timur Tengah. Sarapan dilanjutkan dengan
ramah-tamah sejenak antara mereka dengan dr. Jose.
Dinner di KBRI
Kamis29 Maret 2012 Kedutaan Besar RI mengundang seluruh peserta GMJ
untuk jamuan makan malam. Sekitar pukul 21.00 waktu Amman, rombongan
relawan di bawah koordinasi MER-C tiba di KBRI yang berada di 13 Ali
Seedo Al-Kurdi Street, Sweifieh. Disambut langsung oleh Kedubes, Bp.
Zainul Bahar Noor beserta seluruh staffnya. Hadir dalam jamuan itu,
rombongan relawan yang berada dalam koordinasi ASPAC. Total relawan yang
hadir saat itu sekitar 1500 orang.
Setelah menmperkenalkan satu per satu staffnya, dalam sambutannya,
Kedubes RI untuk Jordan Zainul Bahar Noor menyatakan KBRI turut
mendukung dan berperan aktif dalam melayani relawan GMJ asal
Indonesia. GMJ adalah bagian dari sejarah. Zainul juga menilai GMJ
sebagai sebuah sejarah baru yang, "it is must be."
Selanjutnya Dubes menyilakan perwakilan-perwakilan LSM untuk
memberikan sambutan. Diawali dengan Bachtiar Nasir dari ASPAC, yang
menyatakan bahwa tim relawan GMJ satu visi & misi meski berbeda
jalur. Disusul sambutan dari MER-C yang disampaikan langsung oleh dr.
Joserizal Jurnalis.
Dr. Jose menegaskan bahwa semua harus bersatu menghadapi Zionis. "Yang ditakuti Zionis adalah beragamnya latarbelakang namun berada dalam satu misi." Karenanya, dr. Jose mengharapkan agar hari ini seluruh elemen yang bergabung dalam GMJ menampakkan ragam identitas masing-masing.
Dr. Jose menegaskan bahwa semua harus bersatu menghadapi Zionis. "Yang ditakuti Zionis adalah beragamnya latarbelakang namun berada dalam satu misi." Karenanya, dr. Jose mengharapkan agar hari ini seluruh elemen yang bergabung dalam GMJ menampakkan ragam identitas masing-masing.
Di akhir sambutannya, dr. Jose nengharapkan agar
pemerintah mempunyai sikap independen yang tidak larut dalam arus
kebijakan politik Barat seperti dalam kampanye war agains terrorrisme.
Sementara itu, Ust Ferry Nur dari KISPA dalam
sambutannya memberikan apresiasi positif dari tim GMJ Indonesia jalur
darat. Ia menegaskan, "Gerakan demi gerakan dari armada laut dan konvoi
darat adalah bukti bahwa pembebasan Al-Aqsha telah dekat."
Hadir pula dalam acara tersebut DR Marwah Ibrahim dan rektor IAIN
Sumut, Drs. Agus Salim Daulay, M.Ag. Dalam sambutannya, DR. Marwah
menegaskan bahwa sekarang ini saatnya civil society. "Indonesia harus
lepas dari tipuan Barat seputar prestasi negara. Tidak perlu bangga
dengan G-20, G-10 dan lainnya."
Sementara Drs. Agus Salim Daulay, M.Ag menceritakan
pengalamannya yang baru saja datang dari Jerusalem. "Penjagaan luar
biasa ketat dalam tiap-tiap check-poin."
Menjelang akhir acara, Dubes menyilakan staf
intelijen KBRI untuk menyampaikan perkembangan informasi terakhir yang
dihimpun staf intelijen KBRI Amman seputar kampanye GMJ Jumat 30 Maret
ini. Namun Dubes meminta agar informasi tersebut tidak dikutip media
karena sifatnya yang belum tentu clear.
Menutup acara, Dubes Zainul Bahar menyilakan
pimpinan delegasi untuk melakukan koordinasi terbatas terkait
penyelenggaraan puncak kampanye GMJ pada hari Jumat, 30 Maret 2012. Tak
lupa Dubes juga menyilakan setiap peserta yang mengalami gangguan
kesehatan untuk melakukan cek medis kepada tim dokter kedutaan yang
malam itu juga hadir. Dua orang dokter kakak-beradik yang merupakan
warga negara Yordania.
Selesai acara dilakukan briefing kecil yang dihadiri
berbagai perwakilan LSM peserta GMJ (ASPAC dan MER-C Group). Dalam
pertemuan itu mereka sepakat untuk tetap bersatu dengan tetap
menonjolkan keragaman identitas masing-masing LSM di bawah bendera
Indonesia.
Jumat, 30 Maret 2012
Sekitar pukul 09.00 WIB kami berangkat ke Aghwar,
tempat pelaksanaan puncak GMJ. Sebelumnya mampir dulu ke Gedung
Niqabatul Muhandisin Al-Urduniyyin (Jordanian Engineers Association,
JEA/Persatuan Insinyur Yordania). Di sana telah berkumpul kontingen GMJ
dari berbagai negara. Setelah mengambil bekal air minum secukupnya dan
menata ulang tempat duduk—karena di sini kami bertemu dengan Imam AWG
dan rombongan yang baru datang dari umroh Jerussalem, perjalanan
dilanjutkan ke Aghwar. Sebuah lembah yang berjarak 2 km dari perbatasan
Israel.
Bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah lokasi
semacam tempat parkir. Dari situ, kami berjalan ke lokasi pertemuan
sekitar 1 km. Selama perjalanan kaki itu kami berbaur dengan peserta
dari negara-negara lain. Salah satunya sekelompok Rabbi Yahudi asal AS.
Kehadiran mereka cukup menyedot perhatian massa. Mereka membawa poster
yang berbunyi: Yahudi mendukung sepenuhnya kemerdekaan Al-Quds dan
Palestina, serta mengharamkan setiap jengkal bumi bagi Zionisme.
MUKTAMAR DI LEMBAH AGHWAR
“Hari ini kita berkumpul di Aghwar. Di
sini pula, puluhan abad lalu Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi
Thalib, Abdullah bin Rawahah dan Khalid bin Walid beserta tiga ribu
sahabat yang mulia datang untuk membebaskan Al-Aqsha. Hari ini kita
pun datang dan berkumpul untuk membebaskan Al-Aqsha….”
(Syaikh Hammam As-Sa’d, imam dan khatib shalat Jum’at)
Puluhan ribu manusia berduyun-duyun memadati
lembah Al-Aghwar, Jordan. Di padang pasir yang hanya berjarak 2 km
dari Israel itu mereka datang dari 80-an negara. Mereka datang atas
undangan panitia Global March for Jerussalem (GMJ), sebuah kampanye yang
menuntut pengembalian Jerusalem dari kangkangan zionis Israel. Bagi
kaum Muslimin, GMJ menjadi salah satu kendaraan bagi perjuangan
membebaskan Al-Aqsha. Meski di mata sebagian kaum Muslimin sendiri
ini adalah selemah-lemah perjuangan karena Israel hanya mengenal
bahasa kekerasan.
Acara diawali dengan shalat Jumat, dengan
imam dan khatib Syaikh Hammam As-Sa’d, pimpinan Ikhwanul Muslimin (IM)
Jordan. Terik panas matahari tak melunturkan semangat puluhan ribu
kaum Muslimin, dari anak-anak kecil hingga orang renta untuk hening
mendengarkan khotbah. Salah seorang dari jamaah datang dengan dipapah
untuk kemudian didudukkan di kursi roda. Dalam khotbahnya, Syaikh
Hammam As-Sa’d menegaskan, sejarah pembebasan Al-Aqsha tak lama lagi
akan berulang dengan “muktamar Al-Aghwar” ini.
Syaikh juga mengingatkan kepada para
pemimpin Arab dan negara-negara Islam lainnya, bahwa mereka tidak lagi
mempunyai alasan untuk tidak membebaskan Al-Aqsha. Saatnya bagi mereka
untuk mengakhiri segala macam perdamaian dan kesepakatan yang
merugikan umat Islam. Kepada Obama, Syaikh berpesan bahwa
sesungguhnya Al-Aqsha masih memiliki ummat pembela yang tetap akan
menuntut pembebasannya. Sedangkan kepada umat Islam, Syaikh
mengingatkan untuk tidak melupakan Al-Aqsha. “Sesungguhnya Al-Quds
adalah tanah tempat tinggal kalian, maka bagaimana kalian bisa
melupakannya?”
Usai salat Jumat, digelar orasi internasional menampilkan
pembicara dari berbagai negara. Kontingen Indonesia diwakili oleh DR.
Marwah Daud Ibrahim. Dalam orasinya, anggota Dewan Pertimbangan ICMI
tersebut menegaskan bahwa sekarang adalah era civil society.
Termasuk dalam usaha membebaskan Jerusalem dari cengkraman Israel.
Sayang, fasilitas speaker kurang memenuhi standar. Sejak khutbah
Jumat, terjadi gangguan sound-system membuat suara pembicara sempat
terputus beberapa kali.
Namun dalam soal ketertiban, panitia layak
diacungi jempol. Beberapa anak muda berseragam hijau membuat pagar
betis untuk mengarahkan masa ke lokasi yang ditentukan. Sementara yang
berseragam orange menjadi korlap yang mengatur pergerakan mereka.
Sempat terjadi ketegangan ketika sekelompok orang mencoba untuk
menerobos masuk barikade. Tak jelas apa yang mereka inginkan, apakah
sekadar ingin menembus barikade, atau “menyerang” empat orang rabbi
Yahudi.
Kehadiran empat orang rabbi tersebut memang
menarik perhatian. Dengan tampilan khas ala Yahudi Ortodoks, mereka
banyak dikerumuni massa sejak turun dari kendaraan hingga duduk di
tenda sampai acara berakhir. Sementara kehadiran kontingen asal Asia
Tenggara tak kalah menarik perhatian peserta dari negara-negara Arab.
Postur tubuh yang berbeda membuat mereka mudah dikenali. Beberapa
kali, tim Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) mendapat sapaan. Tak
jarang awalnya mereka mengenali tim HASI dari Malaysia.
Ribuan massa yang datang dari berbagai
negara membuat peserta tuan rumah terharu. Kehangatan suasana mudah
terbentuk karena semua peserta diikat dalam satu visi dan misi demi
pembebasan Al-Aqsha. Biasanya, sapaan dilanjutkan dengan foto
bersama. Sementara, dari kejauhan aparat keamanan bersiap siaga dari
arah perbatasan Jordan-Israel. Sebenarnya Presiden GMJ International,
Ribhi Gallum dalam negoisasi dengan raja Jordan sudah menyatakan
bahwa ini adalah acara non-violance. “Kami mendukung segala upaya
kemerdekaan Palestina, baik violence maupun non-violence. Namun acara
GMJ Jumat 30 Maret adalah murni non-violence,” kata Ribhi di depan
raja Jordan sebagaimana dikutip dr. Joserizal Jurnalis.
Namun, Jordan terkenal sebagai negeri
intelijen. Tentu sekecil apapun kemungkinan ancaman keamanan tidak akan
ditolerir pemerintah Jordan. Jangankan sebuah even internasional yang
hendak “melawan” Israel seperti GMJ ini. Bagi mahasiswa Indonesia di
Jordan, berurusan dengan intel itu sudah biasa. Bahkan, Sulaiman
seorang mantan anggota Fatah Palestina yang kini tinggal di Jordan
dan banyak membantu akomodasi MER-C selama di Amman mengatakan, “3
dari warga Jordan, 1-nya adalah intel.” Apalagi, sehari setelah GMJ
ketika tim Voice of Palestina dari Jakarta ditahan oleh imigrasi
bandara Amman.
Begitulah sisi agak “angker” Jordan.
Ditambah lagi, kampanye ini ditujukan melawan Israel, dilakukan di
daerah perbatasan dengan negeri Zionis itu pula. Zionis Israel, yang
bisa bertindak apapun semaunya tanpa pikir dan khawatir akan digugat
Mahkamah Internasional. Karenanya, dalam briefing sebelum
keberangkatan ke Aghwar, dr. Jose memberikan detil arahan sampai
untuk mengatasi hal-hal yang kritis. Seperti bagaimana cara
menghadapi kondisi saat ditangkap, atau ditembak—dari mulai gas air
mata hingga peluru tajam.
|
Dijamu orang Yordan
Usai acara, beberapa tim GMJ MER-C berkerumun di
belakang tenda. Rupanya sedang berlangsung jamuan makan. Kali ini bukan
dari panitia GMJ, namun Abdullah, seorang warga Yordan yang sudah lama
tinggal di Jakarta dan fasih berbahasa Indonesia. Ditemani dua orang
putrinya yang masih kecil, ia melayani kami dengan ramah.
Alhamdulillah, meski ke Aghwar hanya membawa bekal air, namun di sini
Allah menjamu kami melalui perantaraan hambanya yang saleh. Semoga Allah
memberkatimu, wahai Abdullah.
Setelah itu kami bersama-sama puluhan ribu peserta
GMJ berangsur-angur meninggalkan Aghwar menuju kendaraan masing-masing.
Selama pelaksanaan GMJ, kedatangan kami banyak menyedot perhatian
relawan lain yang rata-rata berasal dari Yordan dan jazirah Arab. “Indunisi am Malisi?”
(Anda dari Indonesia atau Malaysia?). Pertanyaan itu sering disampaikan
ketika berpapasan dengan kami. Bahkan tak jarang pula mereka menyangka
kami dari China. “Are you Shinni?” Biasanya, sehabis perkenalan mereka minta foto bersama.
Bus membawa kami meninggalkan Aghwar. Beberapa
kendaraan militer yang semula menjaga di Aghwar, menyalip bus kami.
Memasuki kota Amman, kami singgah kembali ke Gedung JEA. Lagi-lagi kami
(dan seluruh undangan GMJ dari berbagai negara) dijamu makan. Di
sela-sela itu, kami juga sempat ramah-tamah dengan beberapa mahasiswa
asal Indonesia di Amman.
Sabtu, 31 Maret 2012
Acara GMJ telah berakhir. Kami tinggal menunggu
jadwal penerbangan yang membawa kami meninggalkan kota persahabatan
ini. Ya, kota di mana kami dari berbagai suku dan bangsa disatukan oleh
misi yang sama: membebaskan Al-Quds. Rute kepulangan kami
bermacam-macam. Ada yang langsung ke Jakarta, namun ada pula yang
mampir ke Arab Saudi untuk menempuh umroh. Maklum, jarak Yordan-Saudi
cuma ditempuh perjalanan bus semalam, atau 2 jam penerbangan pesawat
udara. Sebagian yang lain, ada juga yang mengisi penantian jadwal tiket
ke Jakarta dengan rencana bertolak ke Gaza.
Ya Allah, terimalah perjalanan kami sebagai bagian
dari amal saleh untuk menolong saudara-saudara kami di Jerusalem. Meski
yang kami lakukan hanya merupakan perjuangan selemah-lemah iman.
Karena kami sadar, Israel hanya paham dengan bahasa senjata bukan hanya
kata-kata.
(Relawan HASI)
(Relawan HASI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar