BAHAYA SYAHWAT
Sehat Mental | Edisi : 55/VII/Maret/2012
penulis : Redaksi
penulis : Redaksi
Ada berbagai sebab yang mendorong manusia untuk berbuat dosa dan
bertindak melampaui batas. Empat sebab yang paling utama yakni;
kelalaian, kebodohan, hawa nafsu dan syahwat.
Syahwat adalah kecenderungan jantung (qalbu) dan kecondongannya
untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dahulu, para sahabat, semoga
Allah meridhai mereka semua, selalu mengawasi dan menjaga jantung
mereka dan membuang jauh-jauh syahwat mereka. Karena syahwat itu bermula
dari hal-hal yang mubah, kemudian masuk ke dalam hal yang makruh,
kemudian berakhir pada syirik dan kekafiran.
Bani Israil menjadi kafir karena syahwat mereka, disebabkan
kedurhakaan mereka dan dosa-dosa kecil mereka. “Mereka membunuh
nabi-nabi tanpa alasan yang benar, demikian itu disebabkan mereka
durhaka dan melampaui batas.” (Ali Imran 112).
Mereka mulai lebih dahulu dengan perbuatan maksiyat,
pelanggaran-pelanggaran kecil, kemudian akhirnya membunuh para nabi.
“Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.” (Ali Imran 112).
Dimulai dengan dosa-dosa kecil dan berakhir dengan perbuatan
syirik dan kufur besar. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Allah
melaknat pencuri yang mencuri telur akhirnya tangan dia dipotong.” (HR.
Bukhari).
Mencuri telur itu tidak sampai membuat tangan dipotong. Akan
tetapi pencurian yang diawali dengan hal-hal yang kecil biasanya
meningkat dan terus meningkat sampai akhirnya pencuri berani mencuri
harta milik umat seluruhnya dan berani mengkhianati mereka. Itu semua
dilakukan karena dorongan syahwat yang ada dalam dirinya. Dia ingin
melampiaskan hawa nafsunya dan memuaskan gejolak jantungnya. Apabila
syahwat telah bersatu dengan kelalaian, maka keadaannya seperti yang
dikatakan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah: “Apabila syahwat berkumpul dengan
kelalaian, maka keduanya menjadi sumber segala keburukan di dalam diri
manusia. Dan apabila syubhat, syahwat, dan kelalaian bertemu, maka
ketiganya menjadi sumber kejahatan.”
Seperti kata Ibnu Qayyim : “Sesungguhnya sumber segala kejahatan
adalah syubhat dan syahwat. Syubhat tidak dapat diredam kecuali dengan
yakin. Dan syahwat tidak dapat ditolak kecuali dengan sabar. Dengan
perantaraan sabar dan yakin, engkau dapat mencapai tingkatan imam
fiddin (pemimpin dalam urusan din).”
Syahwat paling besar ada tiga. Ketiga syahwat inilah yang paling
besar menimbulkan kerusakan pada diri manusia, yaitu; syahwat terhadap
kekuasaan, syahwat terhadap wanita, dan syahwat terhadap harta.
Bahaya paling besar yang mengancam diri manusia datang dari
syahwatnya. Syahwat ingin berkuasa, sombong di muka bumi, takabur dan
senang menarik perhatian. Betapa banyak orang yang dihinakan dan
dibinasakan Allah karena kesombongannya. Negeri akhirat itu, Kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.
Dalam hadits shahih disebutkan :
“Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam qalbunya terdapat
seberat dzarrah dari kesombongan. Dan tidak akan masuk neraka, yakni
untuk selamanya, seseorang yang dalam qalbunya terdapat sebesar dzarrah
dari keimanan.” Lalu ada salah seorang sahabat yang bertanya:”Wahai
Rasulullah, bagaimana dengan seorang lelaki yang suka memakai baju
bagus dan bersepatu bagus. Apakah itu termasuk kesombongan?” Beliau
menjawab: “Tidak, sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan
manusia.”
Menolak kebenaran maksudnya adalah mengingkarinya. Sedangkan merendahkan manusia maksudnya menghina dan meremehkannya.
Keinginan berlaku sombong di muka bumi, selalu diikuti dua
perkara diatas dan tidak mungkin terpisah daripadanya. Tidak mungkin
kesombongan itu terpisah dari unsur ingkar kepada kebenaran.
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan
(mereka) padahal qalbu mereka meyakini (kebenarannya). Maka
perhatikanlah betapa kesudahan bagi orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (An Naml 14).
Berbuat kerusakan di muka bumi kebanyakan bermula dan bersumber
dari keinginan seseorang untuk berkuasa dan memerintah, suka
menyombongkan diri dan senang menonjol. Kesemuanya bermula dari
tingkatan yang paling rendah sampai kepada tingkatan yang paling
tinggi. Dimana disana akan terbentuk ikatan dosa, sumber kejahatan dan
kubangan fitnah.
Ibnu Mas’ud atau Khudzaifah ra mengatakan : “Sesungguhnya pada
pintu masuk istana para sultan (penguasa) terdapat fitnah seperti
tempat menderumnya unta.”
Mereka, yakni orang-orang salaf, memperingatkan umat supaya
jangan mendatangi penguasa jika di dalam qalbu mereka tidak ada maksud
untuk menasehati atau mencegah dari penyimpangannya, jika di dalam
qalbu mereka tidak ada niat untuk menjauhi harta kekayaannya.
Jika engkau bermaksud untuk memasuki pintu istana dan mendatangi
mereka, maka ada dua perkara yang harus engkau hindari dan jauhi;
harta kekayaan mereka dan pemberian mereka. Sebab perkataanmu akan
jatuh tidak bernilai dalam sekejap begitu dirham dari tangan sultan
jatuh ketanganmu.
Sebagaimana perkataan Syaikh Sa’id Al Halbi rhm. Ketika Ibrahim
Basya datang ke negeri Syam. Ketika itu Syaikh Sa’id dikelilingi para
muridnya. Dia sedang memberikan pelajaran kepada mereka. Ibarhim Basya
masuk masjid tempat pengajian tersebut, namun Syaikh Sa’id tidak
mengacuhkannya bahkan dia tetap menjulurkan kakinya. Melihat sikap yang
ditunjukkan Syaikh Sa’id tersebut, maka Ibrahim Basya keluar. Darahnya
mendidih dan kemarahannya berkobar-kobar. Lalu dia mengambil kantung
berisi uang dan memberikan kepada pelayannya serta berkata; “Taruhlan
ini di pangkuan Syaikh itu!” Maka pelayan tadi datang dan meletakkan
kantung tersebut di pangkuan Syaikh Sa’id. Namun oleh Syaikh, kantung
tadi diangkat dan diberikan lagi kepadanya seraya mengatakan: “Katakan
kepada tuanmu, bahwa orang yang menjulurkan kakinya tidak akan
menjulurkan tangannya.”
Kantung semacam inilah yang membuat leher menekuk dan dahi
menunduk. Kantung inilah yang membuat mulut tersumbat sehingga agama
Allah dipetieskan.
Mereka para penguasa, melihat orang-orang yang mengambil harta
mereka dengan pandangan sinis dan melecehkan, dengan nafsu mereka,
dengan kegeraman qalbu mereka. Mereka berusaha memuaskan qalbu para
ulama dengan cara memberi hadiah kepada mereka sehingga para ulama
mendiamkan kebathilan mereka dan membiarkan kedzaliman mereka. Para
penguasa tadi melihat mereka tak ubahnya seperti binatang ternak yang
berkumpul manakala diiming-imingi dengan seikat rumput dan lari
bercerai berai manakala digertak oleh pengawal mereka.
“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka
sebagai main-mainan dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh
kehidupan dunia..” (Al An’am 70).
Bahaya paling besar yang dimungkinkan menyerang qalbu manusia
adalah nafsu terhadap kekuasaan. Nafsu ini dimiliki qalbunya kaum
muslimin maupun kaum musyrikin. Nafsu kekuasan merupakan nafsu yang
paling berbahaya. Nafsu tersebut dapat memecah belah kesatuan ummat dan
jama’ah. Berapa banyak sudah suatu kelompok yang telah bersatu padu
karena Allah, namun kemudian bercerai berai karena ambisi salah seorang
diantara mereka untuk memimpin dan ingin tampil di depan. Betapa
banyak kelompok mulia yang dicerai beraikan oleh ambisi seseorang yang
ingin menguasai dan memerintah mereka tanpa berpijak pada landasan
kebenaran. Ini terjadi di kalangan umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar