Abu Darda' demikian nama sahabat. Dalam sebuah kisah, beliau menceritakan, "Aku mengislamkan diriku kepada Nabi shallallahu alaihi wassalam sewaktu aku menjadi pengusaha. Keinginanku agar ibadah dan perniagaanku dapat menjadi satu pada diriku, tetapi hal itu tidak berhasil. Lalu aku kesampingkan perniagaan, dan menghadapkan diri kepada ibadah. Dan aku tidak akan merasa gembira sedikitpun jika sekarang aku berjual beli dan mendapat untung setiap harinya tiga ratus dinar, sekalipun tokoku itu terletak di muka masjid. Perhatikan, aku tidak menyatakan kepada kalian, bahwa Allah mengharamkan jual beli. Hanya aku pribadi lebih menyukai agar aku termasuk ke dalam golongan orang yang perniagaan dan jual beli itu tidak melalaikannya daripada dzikir kepada Allah."
Pandangannya terhadap dunia, terhadap kesenangan dan kemewahan, dipengaruhi oleh ayat-ayat al Qur'an :
"Orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. (dia) manusia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya." (Al Humazah 2-3).
Oleh karena itulah ia menangisi mereka yang jatuh menjadi tawanan harta kekayaan dan berkata: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati (qalbu) yang bercabang-cabang." Orang-orang bertanya, " Dan apakah pula hati (qalbu) yang bercabang-cabang itu wahai Abu Darda'?" Dijawabnya, "Memiliki harta benda di setiap lembah."
Dan ia menghimbau manusia untuk memiliki dunia tanpa terikat kepadanya. Harta baginya hanya sebagai alat bagi kehidupan yang bersahaja dan sederhana, tidak lebih. Bertolak dari sana, maka menjadi kewajiban bagi manusia mengusahakannya dari yang halal, dan mendapatkannya secara santun dan sederhana, bukan dengan kerakusan dan mati-matian.
Dalam sebuah surat kepada sahabatnya beliau menulis, "Arkian, tidak satupun harta kekayaan dunia yang kamu miliki, melainkan sudah ada orang yang memilikinya sebelum kamu. Dan akan ada terus orang lain memilikinya sesudah kamu! Sebenarnya yang kamu miliki dari dunia hanyalah sekedar yang telah kamu manfaatkan untuk dirimu. Maka utamakanlah diri itu dari orang yang untuknya kamu kumpulkan harta itu, yaitu anak-anakmu yang bakal mewarisimu. Karena dalam mengumpulkan harta itu, kamu akan memberikannya kepada salah satu diantara dua; adakalanya kepada anak yang shaleh yang beramal dengan harta tersebut guna mentaati Allah, maka ia berbahagia atas segala penderitaanmu mengumpulkan harta. Dan adakalanya pula kepada anak durhaka yang mempergunakan harta itu untuk maksiat, maka engkau lebih celaka lagi dengan harta yang telah kamu kumpulkan untuknya. Maka percayakanlah nasib mereka kepada rezki yang ada pada Allah, dan selamatkanlah dirimu sendiri."
"Aku bukan ahli berenang, maka aku takut tenggelam.", demikian kata Abu Darda', seorang mantan pengusaha yang zuhud, ahli ibadah, dan selalu merindukan kembali hendak bertemu Rabb-nya. (Suna)
Majalah Hilal Ahmar | 63/IX/FEB2013 | Info Mitra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar